Pendidikan
Kreatif Menyebar Melalui TIK
oleh : Achi TM
Dibesarkan
oleh Ayah yang seorang guru membuat jiwa mengajar saya pun tumbuh. Meski nasib
tak mengizinkan saya untuk kuliah S1 keguruan, saya tetap masih bisa mengajar.
Sejak tahun 2007 saya sudah kerap dipanggil untuk mengisi pelatihan menulis di
sekolah-sekolah menengah atas. Dari sanalah saya mulai merasakan nikmatnya
mengajar. Membagi ilmu dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu kota ke
kota lain membuat saya berkeinginan membentuk lembaga menulis sendiri.
Beruntung ide ini disambut hangat oleh Alm. Ayah saya. Bersama diknas
pendidikan Banten, beliau dan beberapa kawannya sesama guru membidani kelahiran
Lembaga Pendidikan dan Talenta Rumah Pena. Saya pun didapuk untuk menjadi ketua
harian sekaligus salah satu guru menulis di sana. Di samping guru menulis, ada
juga guru bidang komputer, bidang desain dan gambar, dan guru bahasa Inggris.
Sebisa mungkin, saya meminta semua murid yang belajar menulis di Rumah Pena untuk mempunyai laptop.
Karena di Rumah Pena ada wifi, maka semua tugas penulisan dan catatan materi bisa langsung disampaikan ke email masing-masing peserta.
Saya
punya cita-cita tinggi ingin menjadikan ‘menulis’ sebagai salah satu bidang
yang dipedulikan oleh orang tua. Banyak orang tua yang ingin anaknya jago
Matematika atau Bahasa Inggris tapi sedikit sekali orang tua yang tertarik
menyekolahkan anaknya untuk kursus menulis. Seringkali mereka yang datang untuk
mendaftar kursus kemudian batal, adalah mereka yang tidak disetujui oleh orang
tuanya. Cap ‘profesi penulis’ akan hidup miskin, sudah melekat pada banyak
benak orang tua dan susah sekali mendobrak paradigma tersebut.
Akhirnya
karena mengalami ‘minim’ siswa menulis di daerah sekitar Rumah Pena berdiri.
Saya mulai melebarkan sayap ke dunia jejaring social. Pada tahun 2010, facebook
mulai menjadi primadona banyak orang. Berbondong-bondong remaja membuat akun
facebook. Maka saya pun berinisiatif membuka grup facebook RUMAH PENA, yang
berisi materi-materi umum menulis gratis, saling berbagi semangat dan sharing
karya menulis bersama orang-orang yang berminat menulis di seluruh Indonesia.
Ya, facebook berhasil menjangkau banyak peminat kursus, mulai dari dalam negeri
sampai luar negeri.
Beberapa screenshoot grup pelatihan rumah pena. Saya memakai akun Rumah Pena.
Berbagai
pelatihan menulis pun kembali bergerak jalan. Muridnya tak lagi dari sekitar
Rumah Pena, tapi ada juga yang berasal dari luar kota Tangerang seperti
Jakarta, Bogor dan Bekasi. Dalam seminggu saya bisa membuka dua kelas tatap
muka dan dua kelas menulis secara online. Kelas menulis secara online ini saya
gagas karena banyaknya permintaan dari luar daerah Jawa yang ingin ikut kursus
namun tak sanggup pergi ke Tangerang. Mulailah saya membuka grup-grup rahasia
di facebook untuk mengajar kelas online. Bila ingin privat, maka kelas
dilakukan di ranah chatting Yahoo Messenger. Kelebihan dari chatting di fb dan
YM adalah, hasil belajar mengajar bisa langsung disave. Ini memudahkan murid dan
saya selaku guru untuk membaca ulang apa yang sudah dipelajari. Dalam FB, mudah
juga untuk mengirim file berisi naskah-naskah karena ada fitur yang
mendukungnya. Bagaimana dengan mereka yang tak punya FB atau YM? Mereka bisa
menggunakan BBM. Ya, saya punya 3 murid dalam BBM saya.
Saya
tak pernah menyangka bahwa facebook bisa memberikan perubahan besar bagi banyak
orang. Khususnya dalam dunia literasi ini. Ada sebuah kejadian yang mengharukan
buat saya. Berawal dari sebuah status anggota grup Rumah Pena yang kecewa
karena jarang sekali diadakan pelatihan menulis di daerahnya Bireun, DI. Aceh.
Saya memberikan komentar singkat : kalau tidak ada, kenapa tidak buat?
Dari
saling berkomentar itulah, Vie Rynov, sang pembuat status menjalin komunikasi
dengan saya via chatting FB. Tak diduga, ia tertarik mengikuti kursus membuat
novel yang saya adakan di Jakarta. Bersama suami dan satu rekannya, ia terbang
ke Jakarta selama dua malam untuk mengikuti kursus singkat membuat novel.
Pertemuan kami tak berakhir di sana. Dua bulan kemudian dia membentuk Lembaga
Talenta yang dinamakan Rangkang Sastra, dan mengundang 4 staff pengajar Rumah
Pena untuk terbang mengisi pelatihan menulis perdana. Termasuk saya salah
satunya. Dari teknologi internet yang tanpa batas, berhasil membawa saya
menjejakkan kaki ke tanah leluhur Alm. Ayah saya.
Pelatihan menulis di Bireun Aceh, bermula dari jejaring sosial facebook.
Di
sana pulalah, Asosiasi Guru Penulis Seluruh Indonesia (AGUPENA) Bireun
diresmikan oleh ketua umum AGUPENA, Naijan Lengkong. Satu yang membuat saya terharu
adalah, ketua umum pertama AGUPENA adalah alm. Ayah saya, Achjar Chalil. Ini
seperti menyambungkan benang merah. Karena Vie Rynov tidak tahu bahwa ayah saya
adalah ketum AGUPENA yang pertama. Sebuah kebetulan yang indah Rumah Pena yang
dibidani ayah saya bisa bersanding dengan AGUPENA. Semua hal luar biasa ini
terjadi karena sebuah jembatan penghubung jejaring social bernama : Facebook!
Merasa
terbantu oleh keberadaan internet, saya pun mulai membuat blog dengan serius
pada awal tahun 2011. Dalam blog ini saya menuliskan banyak motivasi menulis
untuk mereka yang membutuhkan semangat menulis. Memberikan beberapa ilmu
kepenulisan. Khususnya ilmu kepenulisan naskah scenario. Saya menunjukkan synopsis
FTV untuk dipelajari kemudian memperlihatkan video FTV yang sudah jadi sebagai
bahan pembelajaran. Saya yakin, dunia menulis semakin dinamis.
Salah satu video FTV yang saya posting di blog saya untuk bahan belajar bersama.
Semakin
hari semakin bermunculan calon-calon penulis yang membutuhkan guru untuk bisa
mengantarkan mereka pada industri penulisan kreatif. Karena dari kegiatan
nge-blog saya, saya bisa menjangkau banyak pembaca. Bahkan saya kedatangan 2
murid dari Makassar, yang terbang ke Tangerang dan memilih homestay di Jakarta
agar bisa belajar menulis novel dan scenario bersama saya.
Teknologi
juga yang membantu saya untuk mengakomodir naskah murid-murid saya. Setiap
mereka mengirimkan naskah ke email saya biasa menyimpan di folder khusus.
Kemudian memberikan masukan lewat email atau chatting. Youtube telah membantu
saya menunjukkan hasil syuting naskah skenario yang kami pelajari dan buat
bersama, meski jarak kami berjauhan satu sama lain. Karena dalam mengajarkan
menulis saya tak semata memberikan teori tetapi langsung praktek dan terjun ke
dunia industri kreatif.
Saya
senang karena banyak murid saya yang akhirnya menjadi penulis buku islami, penulis
scenario di berbagai PH, menjadi penulis cerpen, penulis novel bahkan ada yang
akhirnya menjadi guru ekskul menulis di sebuah SMPIT. Besar harapan saya, kelak
kegiatan menulis tak lagi dipandang sebelah mata. Karena profesi penulis adalah
profesi yang menjadi tonggak dari industri kreatif.
Sebuah
film butuh penulis naskah, sebuah lagu butuh penulis lagu, sebuah iklan butuh
penulis, industri buku dan media butuh penulis, apalagi industri internet,
berbisnis lewat blog dan lain sebagainya tetap butuh penulis. Sebagai guru
menulis, cita-cita besar saya tak pernah padam. Membuka gerbang kesuksesan bagi
mereka yang membawa impian ingin menjadi penulis. Saya akan antar… sampai
mereka bisa berjalan dengan pena mereka sendiri.
Beberapa foto aktifitas saya menggunakan TIK dalam mengajar penulisan kreatif.
Yuk ikutan ini
Tulisan ini saya ikut sertakan dalam lomba Guru Blogger Inspiratif 2014
***
No comments:
Post a Comment