Kebaikan Berbagi akan terus mengalir meski kamu dalam masa sulit.
Malam itu, pertengahan Ramadhan tahun 2019. Seorang
mahasiswa datang bertamu ke rumah saya, membawa proposal pengajuan donasi
santunan yatidonasi.dompetdhuafa.orgm dan dhuafa. Sudah dua tahun terakhir, saya dan suami menjadi donator
tetap dalam setiap santunan yang diadakan oleh kampusnya. Namun tahun 2019,
adalah tahun terburuk kami dalam keuangan. Kontrak novel saya yang seharusnya
dibeli oleh PH dan dibayar April 2019 harus dibatalkan sepihak. PH melanggar
perjanjian yang sudah tertera di kontrak dan kami tak punya cukup daya dan
upaya untuk mempermasalahkannya ke ranah hokum. Naasnya, kami sudah terlanjur
membeli 200 novel dari penerbit yang rencananya akan kami bayar dari uang pembelian
right film novel dari PH. Rupanya manusia memang hanya berencana, Allah yang
berkehendak. Alhasil kami harus menggunakan uang tabungan kami untuk membayar
novel yang sudah terlanjur dibeli.
Tentu saja, menjual novel dalam waktu singkat bagi saya bukan
hal mudah. Saya belum menjadi penulis sehebat itu yang membuka PO Novel dalam
sekejap 1000 eks terjual. Semua tabungan digunakan untuk membayar novel ke
penerbit, maka biaya hidup sehari-hari kami gunakan dari jualan novel yang
sudah dibeli. Saya dan suami adalah penulis freelance. Kami menulis skenario
dan buku. Maka harus pandai-pandai mengatur keuangan. Rupanya awal tahun 2019,
kami harus salah perhitungan juga.
Mahasiswa itu masih menunggu di sofa ruang tamu. Saya
menghela napas panjang lalu mengambil novel terbaru saya dari dalam kardus
besar yang diletakkan di sudut ruang tamu
“Tahun ini, saya ngga punya uang. Tapi saya mau sedekah,
silahkan bawa 10 novel terbaru saya ini. Harga normalnya 80 ribuan. Kamu jual
saja 50 ribuan, mudah-mudahan ada yang mau beli.”
Awalnya, mahasiswa itu ragu-ragu menerima novel yang saya
berikan tapi akhirnya dia menerima dengan optimis. Yakin pasti ada yang beli.
Saya hanya minta didoakan semoga rejeki saya dilancarkan. Setelah mahasiswa itu
pamit dan menghilang di balik pintu gerbang, saya mengelus perut saya yang
mulai membuncit. Ya, bertepatan dengan pembatalan kontrak penerbit saya
mendapat sebuah kenyataan jika saya hamil 2 bulan. Masya Allah nikmat mana lagi
yang mau kamu dustakan? Saya tetap mensyukuri hadirnya janin ini. Anak ketiga
saya. Meski dokter mengatakan bahwa saya kena Toksoplasma dan harus melakukan
sesi pengobatan yang cukup mahal setiap pertemuannya. Itu pun tak ada jaminan
bayi saya lahir dengan sempurna.
Tak terbayangkan, berapa banyak tangis saya. Bahkan untuk
berobat ke dokter pun saya berjualan macam-macam barang. Suami sedang tidak ada
pekerjaan menulis skenario. Bukan berarti ia tak berusaha, sudah sangat keras
usahanya tapi entah kenapa setiap program TV yang hendak ia ikuti selalu batal
atau gagal. Saya mencoba berbaik sangka kepada Allah. Di sinilah ujian berbagi
dimulai. Tapi saya yakin kebaikan
berbagi selalu ada. Alhamdulillah, novel itu laku dan semua hasil
penjualannya disedekahkan. Allah langsung membayar kebaikan berbagi saya.
Seorang sutradara, menawarkan saya untuk menulis novel autobiografi ibunya. Meski
dengan harga kecil dan baru dibayar setengah dimuka, tapi cukup untuk saya dan
suami melewati sisa ramadhan, idul fitri dan tentu saja membayar zakat.
Namun setelahnya, tak
ada lagi pekerjaan menulis yang menghasilkn uang untuk saya dan suami saya. Salah
satu klien menulis saya menghubungi saya dua bulan setelah ramadhan, ia mengajak saya
untuk menulis artikel di bulletin masjid yang sedang dia buat. Bulletinnya
gratis untuk umat, ujarnya. Dia bercerita kalau sedang membuat Rumah Tahfidz,
dia menggelontorkan banyak uang untuk itu.
“Umur gue udah 38
tahun, rasanya dunia udah cukup gue raih. Gue lagi mau ‘berdagang’ sama Allah, dagang sama Allah ngga bakalan rugi. Udah
saatnya lebih banyak ngeluarin duit buat akherat,” katanya membuat jantungku
berdegup kencang.
Dia memang pengusaha
muda yang sukses. Sedekahnya kencang, karena dia tahu kebaikan berbagi tak akan
pernah pudar selama hayat di kandung badan. Mendengar ceritanya saya mau sekali
ikut berbagi.
“Jadi berapa harga satu
artikelnya, Chi?”
“Mas, saya juga mau
coba ‘berdagang’ sama Allah, mas. Saya
akan nulis artikel gratis, mas untuk bulletinnya.”
“Masya Allah, bener,
nih?”
Saya menjawab, saya
sedang tak punya uang lebih. Sebenarnya butuh banget uang hari iu. Makan pas-pasan, buat biaya periksa janin, biaya
PKBM anak saya yang homeschooling, biaya kursusnya dan lain sebagainya itu
kadang masih kurang. Maka saya sedekah pakai kemampuan saya saja.
Alhamdulillah, sudah lebih dari 6 artikel bulletin yang tayang.
Begitu kita berbagi,
maka kebaikan berbagi itu akan segera datang kepada kita. Saya ‘hanya’ sanggup
sedekah tulisan tapi Allah SWT membalasnya bertubi-tubi. Pertama melalui tangan
beberapa orang, Allah memberikan saya pekerjaan sebagai pembicara/narasumber
dalam acara-acara pelatihan menulis. Masya Allah meski hanya dibayar 1,5 juta
atau 2 juta sekali isi pelatihan, sudah saya dan suami syukuri. Sebulan bisa
2-3 kali pelatihan menulis. Dengan uang 5-6 juta dan hidup di kota Tangerang,
bersebelahan dengan DKI Jakarta tentu uang segitu sangat pas-pasan tapi tetap
kami syukuri.
Puncaknya sampai suatu
hari, saya dapat surat peringatan dari PKBM tempat anak saya belajar karena
belum melakukan pembayaran selama 6 bulan sebesar 2 juta rupiah. Ya Allah uang
darimana sebanyak itu? Ketika keadaan begitu sempit, jumlah 2 juta sangatlah
besar. Sementara bayi di kandungan saya sudah siap untuk dilahirkan. Saya
meminta keringanan kembali dari pihak PKBM tapi hanya bisa melakukan pembayaran
dua kali saja. Akhirnya saya sempat sampaikan di grup orang tua murid bahwa
kemungkinan anak saya tidak ikut UAS. Semalaman saya menangis dan memohon
kepada Allah. Darimana saya bisa dapat uang 1 atau 2 juta dalam waktu singkat? Allah
Maha Besar dengan segala kehendak-Nya.
Esok pagi selepas
shalat shubuh, saya mendapat pesan WA dari admin PKBM kalau biaya PKBM anak
saya sudah dibayarkan oleh salah satu orang tua murid yang tidak mau disebutkan
namanya. Allahu Akbar. Hati saya menghangat. Pagi itu saya menangis. Saya
meminta info siapa nama orang tua murid itu, rupanya memang benar-benar
dirahasiakan.
Hati saya bergetar.
Belum pernah saya mendapatkan bantuan sebesar itu. Sungguh saya merasakan
dipeluk seolah ‘dipeluk’ oleh Allah SWT. Sangat dicintai. Benarlah memang
memintalah dan memohon hanya kepada-Nya saja. Maka saya berdoa, Ya Allah jika
engkau memberikan hamba kelebihan rejeki. Maka hamba akan sebarkan kebaikan
berbagi ini. Kebaikan harus disebar.
Saya tidak menunggu
Allah memberikan kelebihan rejeki untuk menyebar kebaikan itu kembali. Tepat sebelum saya melahirkan, seorang teman
meminta bantuan cameramen tim film pendek saya untuk proyeknya. Jika saya mau
mengambil keuntungan, saya bisa menjadi makelar. Tapi tidak saya lakukan karena
saya yakin jika membuka pintu rejeki orang lain, maka pintu rejeki kita akan
dibuka oleh Allah. Tahun 2019, proyek film pendek kami juga mandek karena saya
sendiri kesulitan keuangan. Terlebih cameramen saya juga orang tak berpunya
yang butuh makan. Maka saya sambungkan keduanya. Masya Allah… kasih sayang Allah
tak ada duanya.
Selang beberapa minggu
setelah saya lahiran dan cameramen saya mendapat banyak uang dari pekerjaan
barunya. Allah memberikan pekerjaan untuk suami saya. Seorang teman yang sudah
lama tak berkabar, mengajak menulis bareng. Hanya dalam kurang dari satu bulan,
suami saya mendapatkan proyek menulis bernilai lebih dari 50 juta. Masya Allah
kami sudah senang dan bersiap untuk segala rencana jalan-jalan dan pulang kampong.
Qadarullah, covid-19
datang masuk ke Indonesia di awal bulan Maret. Bertepatan dengan seperempat honor suami
saya yang cair. Uang yang semula akan digunakan untuk jalan jalan dan pulang kampong
pun harus kami simpan baik-baik. Semakin hari, berita covid-19 semakin
mengkhawatirkan. Orang orang terdekat kami mulai mengalami masalah masalah keuangan.
Saat inilah, saya teringat pada janji kebaikan yang harus disebarkan ketika
mendapat bantuan 2 juta rupiah dari hamba Allah. Maka saya dan suami memutuskan
untuk membantu teman-teman dekat dan saudara yang terkena dampak covid-19 ini.
Termasuk membantu adik saya uyang merupakan salah satu kontributor artikel di donasi.dompetdhuafa.org untuk melancarkan pernikahannya pada tanggal 23 April 202 kemarin. Tentu saja tidak banyak karena honor suami pun belum sepenuhnya turun. Meski
begitu, kami bersyukur di saat kondisi seperti ini Allah SWT limpahkan rejeki
dan kecukupan meski kami hanya diam di rumah saja. Dialah sebaik-baiknya
pembuat rencana.
Yakinlah, dalam keadaan
lapang atau sempit, kebaikan berbagi tak pernah kehilangan tempat. Semakin sering kita menyebar kebaikan, semakin banyak kebaikan yang akan datang pada diri kita.
"“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”
#MenebarKebaikan
#LombaBlogMenebarKebaikan