Belajar Dalam Diam
Apa gaya belajar Anda? Apakah Anda biasa belajar sambil ngobrol? Belajar sambil ngegosip? Belajar sambil sombong di sana-sini mengenai tempat di mana Anda belajar? Belajar sambil menonton TV? Belajar sambil mendengar musik? Apa pun jenis belajar Anda itu adalah hak Anda sebagai manusia. Di sini saya menemukan seseorang yang mengajari saya cara belajar yang lain. Yaitu belajar dalam diam.
Seperti sudah menjadi rahasia umum. FB Telah memunculkan banyak sekali grup-grup kepenulisan. Banyak melahirkan banyak pelatihan-pelatihan menulis. Sehingga muncul banyak sekali orang-orang yang ingin menjadi penulis. Siapa saja yang mau jadi penulis? Kalau kata Joni Ariadinata dalam workshop cerpen di JilFest akhir Desember 2011 kemarin. Jumlah warga Indonesia yang ingin menjadi penulis saat ini sangat membludak. Kalau dikira-kira, dalam satu kota saja bisa ada 3000 orang yang mau jadi penulis. Belum kabupaten, belum propinsi dan ada berapa propinsi di negeri kita? Itu dilihat dari membludaknya peserta pelatihan-pelatihan menulis. Bagaimana dengan mereka yang ingin jadi penulis dan tidak ikut pelatihan?
Oke, daripada pusing mikirin itu mari kita tengok berapa orang yang sekarang tiba-tiba ingin jadi penulis? Cek di ranah FB. Berapa banyak ibu-ibu yang berbondong-bondong mau menulis? Berapa banyak remaja yang tiba-tiba eksis jadi penulis FB? Ada puluhan ribu!
Tapi jangan ciut dulu. Pertanyaan saya selanjutnya adalah, berapa banyak orang yang benar-benar serius ingin menjadi penulis? Sering mendengar ucapan NATO kan? (No Action, Talk Only). Itulah yang kini mewabah dunia kepenulisan kita. Orang-orang yang berbondong ingin jadi penulis terlalu banyak diskusi, bicara, membesarkan diri sendiri. Sedikit-sedikit menulis status : Saya sedang nyari ide nih di timbuktu, Duh baru jadi satu kalimat, hari ini harus selesai tiga cerpen, yes! Dan status-status lainnya yang menunjukkan bahwa kita sedang menulis ^_^ atau status : Saya sedang di pelatihan menulis bersama penulis terkenal Anu. Bulan depan saya harus bisa menyelesaikan novel saya!
Well... menulis status seperti itu bukanlah sesuatu yang tabu. Tapi pernahkah kita berpikir bahwa kita terlalu banyak mengumbar kata. Terlalu banyak "ribut" dalam proses belajar kita sebagai penulis. Coba dari sekian banyak status yang bertebaran di atas, berapa banyak yang akhirnya benar-benar menelurkan karya? Sejauh pengamatan saya, hanya sedikit sekali.
Dalam diskusi-diskusi kepenulisan juga kita seringkali ribut. Begini begitu begini begitu tapi nyaris tidak ada karya yang kita munculkan. Saya mengenal beberapa sosok yang saya lihat anteng-anteng aja dalam dunia maya. Tidak ribut sedang belajar di sini, di sana, tidak banyak cakap di diskusi kepenulisan tapi tiba-tiba DUAR! Naskahnya masuk banyak antologi penerbit Major, novelnya diterbitkan, bahkan ada orang terdekat saya yang sangat saya kagumi. Dia selalu ikut pelatihan menulis, selalu memperhatikan cerpen-cerpen orang lain tapi jarang "ribut" di dunia maya. Seumur hidupnya dia baru sekali menulis cerpen. Dan cerpen kedua yang ia tulis langsung ia kirim ke koran Republika. 2 Bulan berselang, cerpennya pun dimuat di Republika. Subhanallah, saya kaget luar biasa. Begitu juga beberapa teman yang dekat dengannya. Karena dia jarang posting status di FB tentang berapa susah dia belajar nulis cerpen, kesusahan apa yang dia dapatkan saat menulis dan dia jarang "banyak bicara"
Dia belajar dalam diam. Dan dari diamnya itu muncul karya yang menghentak semua orang termasuk sastrawan-sastrawan koran yang akhirnya bertanya-tanya, siapa dia? Namanya tak banyak dikenal di dunia maya. Well... ini menjadi sebuah pelajaran berarti bagi saya. Akhirnya saya berpikir, apakah saya termasuk orang-orang yang "ribut" saat sedang menulis dan belajar? Apakah saya sudah menyerap "pelajaran" dengan baik dan mempraktekkannya tanpa ngoceh di sana-sini? Apakah saya sudah bisa menembus koran nasional tanpa banyak bicara?
Sepertinya saya mulai harus belajar dalam diam. Ketika diam, kita akan lebih banyak memperhatikan, lebih banyak mendengarkan, lebih banyak mengerti dan lebih banyak berpikir. Karena bukankah proses menulis adalah masuk ke dunia sunyi?
Mulailah kembali menulis dan pelankan sedikit "suara" kita. Pssst... mari menulis dengan lebih hening.
Salam
Achi TM
No comments:
Post a Comment