Setelah saya menyelesaikan novel Sun(ny) saya merasa ingin
langsung mengerjakan novel lainnya. Saya terbiasa untuk terus berkarya dan
jarang sekali berhenti. Tetapi saya tahu, saya harus berhenti sejenak agar jiwa
novel Sun(ny) hilang dari saya dan saya menjadi netral. Setelah saya netral
saya bisa memasukkan jiwa novel lainnya.
Seperti yang biasa saya lakukan saat saya selesai menulis scenario
lalu beralih ke novel, saya selalu berhenti menulis selama 1 minggu. Sebenarnya
tidak benar-benar berhenti, saya hanya tidak menulis scenario dan tidak menulis
novel. Saya harus menetralkan isi kepala saya, maka saya menulis puisi atau
curahan hati yang tidak dipublish kemana-mana.
Menulis curahan hati sambil menangis-nangis di depan laptop
itu lebih lega, apalagi bila disimpan sendiri ketimbang harus dipublish di
blog. Kembali lagi ke soal menetralkan jiwa menulis saya, saat menulis satu
novel ke novel lainnya saya memutuskan untuk membaca. Novel selanjutnya apa
yang mau saya tulis? Saya mau menulis dengan gaya penceritaan bagaimana? Kalau
di SUN(NY) saya memakai kata ganti orang pertama, maka yang selalu saya baca
adalah novel-novel yang menggunakan kata ganti orang pertama. Saya menghindari
novel dengan kata ganti orang ketiga. Begitu sebaliknya, setelah menulis
SUN(NY) saya sudah tahu mau menulis apalagi.
Karena saya terbiasa (sejak 3 tahun lalu) membuat
konsep-konsep untuk naskah novel saya. Saya belajar membuat konsep cerita
setelah saya menulis naskah scenario, saat nulis scenario segala sesuatunya
harus dikonsep, dari awal cerita, konflik, hambatan, penyelesaian masalah
sampai surprise ending. Dari awal sampai akhir sudah jelas dan terang, sehingga
membantu produser dan stasiun TV untuk melihat sejauh apa kualitas naskah atau
film yang akan dibuat.
Nah, terbiasa menulis konsep scenario lalu menular ke konsep
novel. Saat menulis SUN(NY) ide-ide berterbangan di kepala dan saya langsung
tuliskan dalam konsep. Alhasil ada 3 konsep novel yang sudah selesai dibuat
selama saya menulis SUN(NY).
Setelah menetralkan jiwa dan aura menulis saya, saya
memutuskan untuk mengambil 1 konsep novel yang saya “Kepengen banget nulisinnya”
rasa kepengen banget ini biasanya akan menempel terus menerus sehingga membuat
saya masuk ke dalam cerita, merasuk jadi si tokoh sehingga cerita saya terasa
hidup.
Ya, biasanya akan seperti itu. Akan tetapi kali ini menjadi
sesuatu yang tidak biasanya. Setelah saya menulis SUN(NY) dan menetralkan jiwa
selama satu minggu, saya langsung mulai menulis draft novel berjudul : a Couple
Of Writer yang belakangan saya ganti judulnya menjadi Sepasang Penulis dan
Kisah Cinta Yang Manis. Awalnya memang penuh semangat, sampai kemudian saya
mengalami pendarahan dan harus melahirkan pada bulan Mei.
Proses melahirkan yang cepat dengan operasi sesar ternyata
menyisakan luka yang sangat menyakitkan. Luka di perut luar, luka di perut
dalam, yang lebih terluka tentu saja dompet saya. Luka-luka itu tidak lantas
membuat saya beristirahat. Karena sudah janji akan menerbitkan buku anak kursus
pada bulan Juli, dikarenakan acara launching dan sebagainya sudah ditetapkan.
Maka belum sampai luka-luka itu sembuh saya sudah harus mengedit, mengurus
isbn, mengurus cover dan lain sebagainya. Tentu saja semua itu dilakukan by
online.
Oke, sebelum saya sibuk mengurus itu, sepulan dari rumah
sakit saya dikejutkan oleh email dari bank Mandiri bahwa saya menerima hibah
dana modal UKM dari kementrian UMKM (nama lengkap kementriannya saya lupa)
sebesar sekian puluh juta yang nominalnya nyaris sama dengan angka biaya
operasi sesar saya. Dan harus diurus hari itu juga! Hari di mana saya baru
pulang dari rumah sakit. Alhasil saya langsung mengurus ini dan itu, pergi ke
sana ke sini dengan perut masih nyeri tersayat-sayat plus harus memerah ASI
untuk bayi saya. Esoknya saya pergi lagi untuk mengantri mengurus dokumen dana
hibah. Saya anggap ini rejeki bayi dan memang modal itu saya gunakan untuk
memulai bisnis baru saya : Rumah Pena Publishing.
Kembali lagi soal akhirnya mengurus naskah anak kursus.
Novel itulah yang akan jadi pilot project untuk Rumah Pena Publishing, maka
saya tak boleh menyia-nyiakan kesempatan. Mengedit ternyata memakan waktu lama,
terlebih saya harus menyelaraskan isinya juga. Setelah punya baby, otomatis saya
mengurus 2 anak. Saya memang punya Asisten Rumah Tangga tapi hanya mengurus
urusan domestic dan siang hari dia sudah pulang. Menyusui setiap 2 jam sekali,
dengan badan pegal-pegal nyeri luar biasa, lalu menemani si sulung bermain
sangat menyita waktu saya. Agar naskah ini selesai tepat waktu, saya pun
mengorbankan waktu tidur saya.
Hingga selesailah bukunya, dilaunching dan dalam sehari
terjual 100 eks di sekolah sang penulis. Keasyikan untuk mengedit, mengurus
isbn, mengurus percetakan, lay out, cover dan lain sebagainya tanpa sadar
menendang jauh-jauh kenikmatan menulis saya. Di sela saya mengedit, pada
awalnya saya masih konsisten menulis. Akan tetapi perjanjian dengan distributor
membuat saya harus mencetak sedikitnya 1 buku tiap per 2 bulan. Saya belum
punya modal besar untuk menyewa editor, membayar penulis ternama dan lain
sebagainya. Maka saya putuskan untuk membuat naskah saya sendiri, minimal saya
bayar editornya saja. Penulisnya saya sendiri. Namun ternyata naskah saya tak
kunjung selesai.
Kesibukan mempunyai bayi baru serta kondisi badan yang belum
fit benar membuat saya baby blues. Saya jadi enggan menulis. Terlebih suami
saya harus bolak-balik pergi ke Trans TV untuk meeting tiap hari (saat itu
sedang menulis salah satu sitcom di Trans). Ditinggal sendirian dengan 2 anak
membuat saya enggan menulis, meski saya berusaha sekuat tenaga. Akhirnya sehari
saya bisa dapat 2 paragraf sampai 5 paragraf. Sampai di satu titik. Saya tidak
menulis dalam satu hari, sama sekali tidak. Tak juga dengan puisi atau
curhatan, tidak sama sekali. Lalu hari bergulir dan saya juga belum menulis.
Akhirnya saya memutuskan untuk menerbitkan naskah
autobiografi alm ayah saya. Secara beliau mempunyai banyak teman dan benar saja,
setelah naskahnya menjadi buku, buku berjudul BUKAN SARJANA MUDA itu terjual
300 eks dalam 2 bulan. Sebuah pencapaian yang baik bagi penerbitan yang baru
lahir seperti Rumah Pena Publishing. Dan saya membidani semua itu, selama
kurang lebih satu bulan.
Dan satu bulan itu, saya mendapati diri saya tidak menulis.
Oh… dimana Achi TM yang selalu konsisten menulis sehari sehalaman? Di mana?
Saya mulai bertambah stress, mulai mencoba menulis dan akhirnya berhasil
menyelesaikan 5 halaman novel saya, berlanjut jadi 8 halaman, terus dan terus.
Saya kira saya bisa melakukannya akan tetapi saya menemukan bahwa tulisan saya
hambar. Tulisan saya tidak bernyawa.
Saya nyaris memutuskan untuk berhenti menulis. Saya merenung
dan merenung, saya mencoba segala hal untuk mengembalikan mood dan jiwa menulis
saya. Tapi jangankan mau menulis lagi, membaca buku pun saya muak. Tak pernah
selesai. Tapi saya mencoba lagi, sampai akhirnya berhasil membaca Pintu
Harmonika dan Unfriend U karya Dyah Rinni. Semangat menulis saya membara
kembali, saya kembali rutin menulis sehari sehalaman.
Tapi hambar! Saya tak menemukan kenikmatan menulis. Saya
belum kemana-mana pasca melahirkan. Kemana-mana dalam arti bersenang-senang,
berkumpul, memberikan talkshow dan lain sebagainya. Saya merasa tak berharga.
Ini sungguh Baby Blues tingkat internasional.
Beruntung, Allah menolong saya. Novel terbaru saya berjudul
Eva-Ustadzah Cinta Ketiban Cinta terbit di penerbit Erlangga setelah 1 tahun
masa penantian. Bersamaan dengan novel Mata Kedua dan Hati Kedua yang terbit di
Penerbit Andi. Saya pikir hanya akan sekedar terbit saja, tetapi 2 novel itu
dijadikan novel unggulan oleh mereka.
Penerbit Erlangga mengadakan talkshow di mana-mana untuk
novel saya. Setelah sebelumnya penerbit Andi mengadakan launching besar-besaran
di Gramedia Matraman-Jakarta. Seolah Allah ingin saya kembali menemukan jiwa
menulis saya, saya pun mengisi talkshow novel EVA seminggu sekali. Dimulai dari
mengisi pelatihan menulis di SUBANG, lalu talkshow novel EVA di Bandung,
kemudian minggu depannya lagi langsung di Cibubur, dan minggu depannya lagi di
Depok. Tak tanggung-tanggung, manajer Erlangga cab Medan langsung menghubungi
saya dan minta saya ke Medan selama 4 hari untuk mengisi pelatihan menulis dan
talkshow di 4 Universitas di Medan.
Sungguh, saya menyambut hal itu dengan antusias. Saya baru
menyadari kalau ini yang saya butuhkan. Saya butuh berbagi dengan orang lain,
saya butuh bertemu langsung dengan pembaca saya dan mendengar langsung dari
mereka kalau mereka menyukai novel saya. Inilah sisi jiwa saya yang kosong.
Ketika saya berbagi semangat menulis, bak boomerang, semangat itu kembali
kepada saya. Ketika saya bilang : saat kita jenuh, kita harus melawan jenuh itu
dengan berbagai cara, fokus dan mau bangkit saat jatuh. Kalimat itu seperti mencacah
kehampaan saya sendiri.
Saya belum akan menuliskan perjalanan-perjalanan talkshow
yang begitu menyenangkan kemarin, khususnya perjalanan ke Medan dan terkesan
dengan hangatnya sambutan Sakinah Mariz, Embart Nugroho, Vie Rynov dan Bang
Ferry yang sudah datang dari Aceh untuk menemani saya dan segenap teman-teman
di 4 kampus yang memberikan energynya untuk saya. Nanti saya akan menuliskannya.
Saya hanya ingin memberikan satu kesimpulan. Bahwa ketika
kita sedang jenuh dalam menulis, maka salah satu cara ampuh membangkitkan
semangat menulis itu adalah dengan berbagi. Banyak berbagi ilmu menulis dan
berbagi semangat menulis. Percayalah hal itu karena saya membuktikannya.
Jadi apakah saat ini Anda sedang jenuh menulis? Carilah
orang lain yang punya keinginan menulis, tularkan kepada mereka.
Sebanyak-banyaknya J.
Sekarang saya sudah kembali stabil, menulis sehari satu
halaman. Saya sangat berterima kasih kepada Allah karena ternyata Allah tak ingin saya berhenti menulis. Saya yakin Allah masih mau menitipkan banyak imajinasi dan inspirasi di kepala saya untuk saya tuliskan menjadi naskah.
***
Baca novel-novel terbaru saya SUN(NY), HATI KEDUA, KEKASIH CAHAYA, EVA-Ustadzah Cinta dan HIMITSU. Follow me @AchiTM
Asalamualaikum,
ReplyDeleteMba Achi, saya suka menulis tapi saya gak pernah tau sejauh mana saya bisa terus menulis. kadang saya merasa bosan dengan tulisan saya sendiri. yang saya sering lakukan hanya membuat beberapa puisi saja. saya sadar saya butuh seorang mentor untuk mengajari saya tentang segala hal dalam menulis.
jujur saya belum pernah baca karya Mba, baru kali ini saya lihat blog mba dan hal hasil postingan terakhir yang mba buat tentanng berhenti menulis membuat saya ingin belajar menulis sama mba.
oya sebelum nya saya perkenalkan diri saya dulu, nama saya Calam Rahmat saya mahasiswa semester 2 jurusan Jurnalistik di UIN Bandung.
terima kasih,
Walaikumsalam terima kasih sudah membaca Calam, maaf telat merespon karena saya jarang ngeblog :( semoga semangat belajar menulismu tidak luntur. Silakan mengajukan pertanyaan seputar menulis di sini, saya akan jawab sesuai dengan apa yang saya ketahui :) jika ingin belajar privat silakan kontek rumah pena di 085643376193
Deleteemang ya mbak, kalo nulis dua hal yang beda saat yang bersamaan suka susah mengalihkan pikirannya, dari novel ke skenario, apalagi kalo genre cerita bener2 beda, perlu jeda sbentar
ReplyDeleteMiss Hagemaru, betul sekali. Tetapi hal itu menyenangkan karena bisa menulis berbagai hal :) Semangat!
DeleteAss.
ReplyDeleteMaaf Mba sudah ganggu, nama saya hana, saya mau ngirim naskah skenario ke PH, tapi saya tdk tau alamat emailnya, udah nyari di internet tapi tidak ketemu (yang ada hanya alamat websitenya saja, dan saya hanya bisa ngirim lewat email saja, karena saya tinggal jauh di daerah sulawesi). Hana mau nanya Mba, hana harus mengirim naskah ke mana?
terima kasih...
Maaf Mba, hana nanya lagi. apa yang harus dilakukan jika orang disekitar kita tidak mendukung kita untuk menjadi seorang penulis (padahal itu impian kita sejak dulu)...
ReplyDelete