Ini cerita lama, kejadiannya tepat tanggal 16 Agustus 2011 silam.
Sebenarnya sudah lama ingin ditulis tapi baru sempat menuliskannya sekarang.
Sudah menjadi tradisi di negara kita, setiap tanggal 17 Agustus 2011 kita selalu memasang bendera merah putih dengan bambu kayu di depan rumah kita. Karena sudah 3 kali pindah rumah kontrakan, banyak baju dan kain-kain yang tercecer, termasuk bendera merah putih.
Sehari sebelum hari kemerdekaan pun, suamiku akhirnya memilih untuk membeli bendera merah putih yang baru. Lebih tepatnya, sih, ngga enak hati karena sudah ditegur Pak RT : "Yang lain sudah pasang bendera, kok, Bapak belum?"
Ya sudah, akhirnya daripada tidak pasang dan rasa nasionalisme berkurang, akhirnya suami saya memutuskan beli bendera baru. Kalau dipikir-pikir sebenarnya agak mepet, karena suamiku mulai mencarinya sore-sore sekali, tepatnya selepas shalat ashar. Tukang bendera yang biasa mangkal di dekat pasar terdekat juga sudah tidak ada. Alhasil suamiku harus pergi ke pasar lain yang agak jauh dari rumah. Di sepanjang jalan, ia juga melihat ke sekeliling, siapa tahu saja ada tukang bendera yang sedang mendorong gerobak untuk menjajakan dagangannya. Tapi sia-sia, tukang bendera malah susah dicari kalau sedang dibutuhkan.
Setelah muter-muter beberapa menit, akhirnya suami saya menemukan dagangan bendera yang membawa dagangannya dengan sepeda. Senyum sumringah pun mengembang di pipinya. Akhirnya....
Sayang, setelah ditunggu dan tanya sana-sini, ternyata tukang benderanya tidak ada di tempat. Tukang di sekitar juga tidak tahu pergi kemanakah tukang bendera itu. Suami saya menunggu beberapa menit tapi tukang bendera tidak kunjung tiba. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi lagi ke tempat yang lebih jauh demi mencari bendera merah putih tercinta.
Setelah mencari di beberapa pasar dan perumahan yang ramai, nyaris 1 jam muter-muter dengan motor, akhirnya suami saya menyerah dan kembali ke tukang bendera semula. Syukurnya si tukang bendera sudah mangkal di tempatnya dan dengan senang hati melayani suami saya. Iseng-iseng suami saya nanya :
"Saya tadi ke sini si abangnya ngga ada. Saya cari muter-muter eh ngga ada tukang bendera lagi, ya, emang udah rejeki abang, ya." kata suami saya sambil menyerahkan uang kepada tukang bendera.
"Alhamdulillah, Mas. Tadi saya sholat dulu. Dagangan saya belum laku dari tadi pagi. Alhamdulillah... rejeki saya."
Deg!
Subhanallah. Suami saya langsung berdecak kagum. Si tukang bendera, meninggalkan dagangannya untuk shalat dan Allah langsung memberikan rezeki kepadanya. Bandingkan dengan kebanyakan dari kita yang berlomba-lomba mengejar rezeki dunia dan seringkali lupa untuk shalat. Suami saya pulang dengan hati penuh keriangan. Riang karena ia diingatkan oleh Tukang Bendera bahwa kalau Allah sudah menetapkan rezeki tidak akan pernah salah alamat.
Salam
Achi TM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
tuhan tak pernah menjawab segala doa hambanya, nice
ReplyDelete