Semalam saya meeting dengan produser perempuan, produser PH dan seorang sutradara yang sudah malang melintang selama dua puluh tahun lebih. Malam itu kami memutuskan bertemu di Bakso Senayan, Mal Cijantung. Saya bertolak dari rumah pukul 4 sore dan kemacetan membuat saya serta suami baru sampai di Pasar Rebo jam 6.45. Kami berusaha mencari masjid untuk shalat tapi apa daya di sana sedang macet luar biasa, manusia, motor, mobil dan bus saling berebutan untuk jalan, adzan isya sudah berkumandang. Akhirnya kami memutuskan untuk langsung ke lokasi meeting. Tapi di lokasi ternyata belum ada yang datang. Melihat Toko Buku Gramedia ada di seberang lokasi meeting, saya dan suami pun langsung masuk ke sana. Selama sepuluh menit kami melihat-lihat beberapa buku di rak best seller, sambil di dalam hati terus merapalkan doa semoga novel-novel saya yang akan segera terbit juga bisa masuk ke rak itu. Baru saja mau mencari novel romance untuk saya beli, ponsel saya berbunyi. Produser perempuan saya, Bunda Yeyet sudah sampai di lokasi meeting. Saya dan suami bergegas ke sana.
Malam itu, sebenarnya kami janjian dengan pihak Stasiun TV untuk membicarakan program baru yang saya tulis. Tapi ternyata pihak Stasiun mengabarkan kalau dia tidak bisa datang dikarenakan meeting di kantornya belum selesai. Akhirnya yang meeting malam itu hanya saya, suami, Pak Haji (Sutradara senior) Bunda Yeyet dan Pak Rizki dari PH.
Kami membicarakan tentang isi cerita yang saya dan suami tulis. Setelah memberikan beberapa masukan serta rencana produksi ke depannya, Pak Haji pun cerita tentang kerja keras seorang pemilik PH Genta Buana, yang kini sedang menguasai tayangan program di sebuah stasiun TV.
"Pak Budi itu orangnya tekun. Dulu, pertama kali dia bangun PH, dia bawa kaset ke mana-mana dengan vespa bututnya. Dia tawarkan ke TV-TV. Perjuangannya panjang, sampai rela hutang sana-sini. Tapi lihat sekarang, setelah 12 tahun berlalu, dia sudah punya puluhan hektar studio."
Aku dan suami manggut-manggut. Perkataan Pak Haji seolah menyadarkan aku dan suami, bahwa di balik sebuah kesuksesan selalu ada kerja keras, pengorbanan dan berani maju. Ya! Berani! Kata ini kembali digaungkan oleh Bunda Yeyet. Di usianya yang tak lagi muda, ia masih cekatan, supel dan sehat. Malam itu di sela diskusi kami dia berkata ;
"Kalau terjun di dunia entertainment begini, kita harus berani. Ngga boleh takut ngga dibayar, ngga boleh takut ditipu, ngga boleh takut diplagiat, ngga boleh takut karya kita ngga diproduksi atau ditonton. Yang penting kita berkarya sebaik-baiknya dan berani. Kalau kita berani, pasti ada jalan." (redaksi disesuaikan)
Ya, di dunia menulis, dunia entertain, kita memang tidak boleh menanamkan rasa takut. Hidup ini penuh dengan lika-liku. Ibarat bisnis, menulis pun bukan sesuatu yang nyaman. Yang kamu menulis lantas pasti akan segera diterbitkan. Ketika diterbitkan lantas karya kamu best seller dan kamu jadi kaya raya dalam sekejap. Tidak begitu! Ada banyak proses yang harus kamu lalui. Yang kita harus lalui.
Tidak ada yang bisa memprediksi tulisan kita akan diterima baik dengan masyarakat atau tidak. Bunda Yeyet sempat cerita ada beberapa film karya sutradara terkenal yang secara cerita, visual dan segala macamnya bagus. Kalau masuk festival bisa menang dan mendapat penghargaan. Tapi tidak semua film-film yang menang festival itu bisa laku ditonton dan disukai oleh masyarakat luas. Ada film yang menghabiskan 35 produksi tapi hanya balik modal 5 milyar.
"Berkarya saja terus. Kalau kita rajin berkarya, yakin, deh, suatu hari nanti akan ada satu atau dua karya kita yang meledak!" tandas Bunda Yeyet.
Kesadaran baru kembali tumbuh. Mungkin sering kita mendengar ucapan di atas. Tapi kalau ucapan itu diucapkan dari mulut seseorang yang sudah puluhan tahun berkarya, sudah mempunyai karya bagus, tidak pernah berhenti berkarya, tentu ucapannya akan lebih masuk ke hati.
Maka saya pun memutuskan harus terus berkarya. Anda, saya, kita semua.... teruslah menulis!
Salam
Achi TM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment