"Mbak saya mau jadi penulis tapi saya sibuk kuliah dan mengurus organisasi."
Maka saya kehilangan kata-kata untuk menjawab. Jadi saya harus jawab apa dong? Kalau mau jadi penulis tapi karena alasan 'sibuk' sehingga tidak menulis lalu apa yang mau saya ajari?
Saya juga pernah kuliah dan jadi mahasiswa. Saya mulai fokus belajar menulis secara profesional itu kuliah semester 2. Umur waktu itu 19 tahun. Saya mulai ikut kelas menulis di Dewan Kesenian Tangerang, belajar dengan KSI Tangerang. Setiap sabtu saya bolak-balik ke sana untuk belajar, dari sore jam 3 sampai malam jam 9. Di sanalah saya jadi kenal banyak sastrawan dari lokal sampai tingkat nasional.
Lalu tugas-tugas kuliah? Tetap saya kerjakan. Tugas-tugas menulis? Saya kerjakan juga. Main? Tetap dong. Tugas domestik rumah? Kerjain juga. Tapi kan ngga organisasi, mbak.
Umur 20 tahun, saat masih belajar nulis, saya sudah didapuk jadi ketua Karang Taruna tingkat RW. Yang membawahi 7 RT. Yang sibuknya naudzubillah karena saya tidak menyangka jadi ketua karang taruna itu harus urus ke tingkat Kota, koordinasi dengan lurah, dengan camat, rapat sama bapak-bapak pejabat, dicemplungi jadi panitia acara Karang Taruna tingkat nasional. Memimpin seabrek rapat sama pengurus, setiap bulan selalu ada acara bakti sosial. Harus jadi pengurus remaja masjid juga.
Sampai-sampai pernah ada cowok yang naksir saya terus mundur. Gara-gara, setelah dia nganterin saya dan teman saya dari meeting Karang Taruna Nasional, dia ngajak saya jalan. Dengan polosnya saya ngga bisa : "Setiap sabtu saya belajar nulis. Minggu saya belajar nulis juga." Mundurlah dia... batal ngegebet saya.
Di umur 20 tahun itu juga, jelang 21, saya gabung dengan FLP DKI. Nyaris ngga pernah absen ikut pelatihannya setiap hari minggu. Dari beberapa belas orang anggota pra muda, hanya 3 orang saja yang dilantik karena sisanya hilang entah ke mana.
Terus kapan nulisnyaaa???
Ya, saat malam hari, satu jam sebelum tidur, saya biasa menulis. Hari sabtu atau minggu pulang dari pelatihan menulis, saya langsung ngetik. Saya menulis di buku agenda tebal karena tidak punya laptop. Komputer pun punya ayah dan sering tidak diizinkan make. Saya sekuat tenaga punya target 1 minggu 1 cerpen. Lalu mulailah naskah saya dimuat di berbagai media.
Ya, saat malam hari, satu jam sebelum tidur, saya biasa menulis. Hari sabtu atau minggu pulang dari pelatihan menulis, saya langsung ngetik. Saya menulis di buku agenda tebal karena tidak punya laptop. Komputer pun punya ayah dan sering tidak diizinkan make. Saya sekuat tenaga punya target 1 minggu 1 cerpen. Lalu mulailah naskah saya dimuat di berbagai media.
Jadi, kalau ada orang mau belajar menulis tapi bilangnya TIDAK PUNYA WAKTU BUAT MENULIS KARENA SIBUK! Maaf... saya tidak respek lagi mau mengajari. Setiap orang punya waktu yang sama. Tinggal bagaimana niatnya aja.
Saya belajar nulis harus merelakan waktu masa muda saya. Banyak teman-teman kuliah bilang saya ngga asik. Diajak nongkrong sabtu minggu sibuk melulu. Kadang di kampus, waktu luang saya pakai buat nulis. Makanya saya jadi jomblo lumutan sampai akhirnya mas Agung datang menyerang halah....
Terus setelah menikah saya dan berhenti berorganisasi saya jadi punya banyak waktu luang gitu? Upss... cuma ibu-ibu yang ngerti gimana repotnya mengurus dua anak dan rumah. Masih lebih mudah mengurus remaja satu RW cyiin....
Selalu ada waktu buat menulis.
Harus ada waktu buat menulis.
Apalagi kalau kamu mau menjadikan menulis itu sebagai ladang dakwah. Selelah apa pun. Seletih apa pun harus bisa.
Harus ada waktu buat menulis.
Apalagi kalau kamu mau menjadikan menulis itu sebagai ladang dakwah. Selelah apa pun. Seletih apa pun harus bisa.
spirit baru. tq Mbak Achi
ReplyDeleteHalo mas Kholis sip sip semangat ya ^^
ReplyDeleteSiap...maaf, kok di fb sekarang dah gak bisa liat Mbak Achi? blokir ya?
ReplyDeleteAssalamualaikum mba,bleh minta rkmndasi tmpt blajar mnlis?
ReplyDelete