Selama beberapa tahun, saya selalu bertemu dengan orang-orang yang kebanyakan tidak punya visi dan misi dalam hidup mereka. Jangankan visi misi hidup, untuk menyatakan apa cita-cita mereka saja, banyak yang masih ragu. Tidak mantap dalam menyebutkan cita-cita. Kalau sudah tak mantap diucapkan apakah bisa mantap diperjuangkan?
Kebanyakan, mereka yang saya temui -yang tidak punya visi misi hidup- adalah kaum perempuan. Entah kenapa bisa begitu, mungkin kebetulan saja saya yang bertemu mereka. Dari hasil renungan saya yang pendek, saya mengambil kesimpulan bahwa mereka -para perempuan yang tak bervisi misi itu- masih berpikir bahwa perempuan kelak hanya akan menikah, jadi ibu rumah tangga, kerja di dapur, mengurus suami dan anak saja. Sehingga tak perlu bersusah payah rasanya membuat target-target hidup serta merancang masa depan.
Ini, sih, pemikiran saya saja yang mungkin ngalor ngidul. Tapi sungguh, selalu gemas jika bertemu dengan mereka-mereka yang kerap kali berprinsip : hidup ngalir aja, deh, kayak air.
Kalau ditanya : Tahun depan punya target hidup apa? Jawabnya : Ngalir aja. Ngambang aja. Ngikut arus aja. Hello... ini bukan jamannya lagi kita ikut arus.
Ketika saya masih SMP, saya juga hobi bilang : ikut arus ajalah, santai aja hadapi hidup. Kayaknya kalau nyebut kalimat itu keren banget deh. Rasanya seperti anak gaul kebanyakan. Tapi saat SMA, saya digodok sama almarhum ayah saya supaya melek pada kehidupan. Saat saya sedang asyik-asyiknya nongkrong, ngeband, main, ngalor ngidul dan pulang malam. Alm Ayah saya selalu marah-marah.
"Udah gede mau jadi apa?"
"Kamu kayak ngga punya target hidup!"
"Kamu tahu kerasnya persaingan dunia kerja di luar sana setelah kamu lulus SMA?"
"Emang kamu kira Ayah bisa nguliahin kamu sampai jadi sarjana? Gimana kalau nanti Ayah ngga punya uang buat membayar kuliah kamu? Bisa apa kamu setelah lulus SMA?"
Dengan lantangnya saya jawab :
"Saya bisa nyari duit dari nulis!" (saat itu baru kelas 2 SMA dan boro-boro ada cerpen yang dimuat. Semua cerpen saya ditolak dengan sempurna)
"Ayah ngga yakin kamu bisa dapat hidup dari nulis!"
"Achi yakin!"
"Pokoknya Ayah mau kamu membuat target hidup lima tahun ke depan!"
Saat itulah saya memulai sesuatu yang baru. Menuliskan target hidup untuk 5 tahun ke depan. Percaya atau tidak, saya menuliskan di target hidup saya : Umur 21 tahun saya harus sudah jadi penulis cerpen. Umur 22 tahun saya harus punya novel dan menikah!
Target hidup itu saya pampang di lemari kamar saya. Setiap saya masuk kamar pasti selalu saya baca, saya aminkan sehingga saya aplikasikan pelan-pelan. Target singkat yang saya tulis dalam hidup saya adalah : Seminggu minimal saya menulis satu cerpen sampai saya berhasil menembus media. Dan itu butuh waktu 2-3 tahun!
Puluhan bahkan ratusan cerpen saya yang rongsok, ngga kepake, kebuang di disket, ditolak di sana sini dan ngga berbobot sama sekali. Tapi dari ratusan itu saya bisa menghasilkan 1 cerpen yang akhirnya nembus media.
Dari Ayah sayalah saya belajar untuk punya visi misi dalam hidup. Untuk melangkah dan fokus pada cita-cita saya. Meski Ayah kerap meremehkan saya untuk jadi penulis tapi saya tahu diam-diam Almarhum mendukung saya. Dia keras mendidik saya, memarahi saya, memberi saya sejuta nasihat. Bahwa hidup ini ngga mudah. Bahwa hidup ini perjuangan. Ayah ngga pernah ngajarin saya bahwa kesuksesan adalah : rumah mewah, mobil mewah dan uang yang banyak.
Ayah hanya mengajarkan saya untuk sukses dalam hidup. Sukses versinya Ayah adalah : menjadikan anak-anaknya bermanfaat bagi orang lain, berjalan di jalan Allah dan apa pun yang anak-anaknya lakukan harus karena Allah. Kalau kelak jadi penulis haruslah menulis karena Allah.
Akhirnya visi misi saya lebih kepada : bermanfaat untuk orang lain, membangun sesuatu yang bisa mensejahterakan saya dan orang lain. Cita-cita saya adalah membangun taman bacaan, sekolah menulis, jadi penulis yang bermanfaat dunia akhirat dan selama bertahun-tahun saya berjalan menuju ke sana.
Maka ketika ada orang-orang yang sudah berumur 25 tahun masih galau sama kehidupannya boleh jadi dia tak punya visi misi dalam hidup. Bahkan ngga tahu dia mau ngapain dalam hidup ini. Sebagai umat Islam saya miris sekali melihat begitu banyaknya orang-orang shaleh tapi nyaris tidak punya visi misi dalam hidupnya. Nyaris tidak ada pergerakan menuju impian dan cita-cita. Kalau pun punya impian hanyalah sebatas "mimpi" yang tidak diperjuangkan.
Ayo! Islam harus bangkit! Pemuda-pemudinya jangan hanya fokus sibuk grasak-grusuk ibadah untuk diri sendiri. Tapi beribadahlah untuk orang lain. Membangun masyarakat dengan apa yang kita mampu. Minimal kita bisa membangun diri kita sendiri. Menciptakan masa depan kita sendiri.
Kita tahu semua masa depan kita adalah kematian dan Islam mengajarkan agar hari ini lebih baik dari hari kemarin. Jadi jangan lagi berkata hidup ini ngalir aja kayak air. Jangan pula hanya sekedar berkata tapi mulailah merombak diri : pastikan tujuan yang mau kamu capai, apa impian yang ingin kamu raih.
Apakah Rasulullah hanya menjalani hidup seperti aliran air? Tidak! Beliau punya target dalam dakwah, memanage dengan baik, beribadah tidak hanya kepada Allah tetapi juga untuk kemaslahatan ummat. Nah, mari kita membuka mata. Jangan sia-siakan masa muda.
Di umur saya yang ke-28 tahun ini saya mendapatkan banyak sekali kekayaan batin. Dari hasil didikan Ayah, saya pun mendidik beberapa anak kursus Rumah Pena seperti Ayah dulu mendidik saya. Alhamdulillah sudah beberapa orang akhirnya bisa mandiri, menggapai impian dan cita-citanya. Meskipun saya sendiri masih sering labil, masih sering jatuh tapi saya selalu berusaha bangkit lagi. Karena saya tahu jalan mana yang akan saya tempuh. Kalau pun jalan yang tempuh salah, Allah pasti akan menunjukkan kesalahannya dan memberitahu mana jalan yang terbaik bagi salah. Meski terkadang dalam menunjukkan jalan itu saya harus dibuat menangis-nangis dan terluka. Tapi terlukanya hanya menurut kita, padahal Allah tak pernah berniat melukai hamba-Nya.
Al Fatihah untuk almarhum Ayah saya yang meninggal tahun 2010.
Achjar Chalil bin M. Arsjad.
Masa depan untuk kita sendiri, untuk kamu sendiri, jangan sampai terlambat melangkah meraih cita-cita dan impian. Tetapkan visi hidup mulai dari sekarang!
Rumah Pena, 10 April 2013
Kebanyakan, mereka yang saya temui -yang tidak punya visi misi hidup- adalah kaum perempuan. Entah kenapa bisa begitu, mungkin kebetulan saja saya yang bertemu mereka. Dari hasil renungan saya yang pendek, saya mengambil kesimpulan bahwa mereka -para perempuan yang tak bervisi misi itu- masih berpikir bahwa perempuan kelak hanya akan menikah, jadi ibu rumah tangga, kerja di dapur, mengurus suami dan anak saja. Sehingga tak perlu bersusah payah rasanya membuat target-target hidup serta merancang masa depan.
Ini, sih, pemikiran saya saja yang mungkin ngalor ngidul. Tapi sungguh, selalu gemas jika bertemu dengan mereka-mereka yang kerap kali berprinsip : hidup ngalir aja, deh, kayak air.
Kalau ditanya : Tahun depan punya target hidup apa? Jawabnya : Ngalir aja. Ngambang aja. Ngikut arus aja. Hello... ini bukan jamannya lagi kita ikut arus.
Ketika saya masih SMP, saya juga hobi bilang : ikut arus ajalah, santai aja hadapi hidup. Kayaknya kalau nyebut kalimat itu keren banget deh. Rasanya seperti anak gaul kebanyakan. Tapi saat SMA, saya digodok sama almarhum ayah saya supaya melek pada kehidupan. Saat saya sedang asyik-asyiknya nongkrong, ngeband, main, ngalor ngidul dan pulang malam. Alm Ayah saya selalu marah-marah.
"Udah gede mau jadi apa?"
"Kamu kayak ngga punya target hidup!"
"Kamu tahu kerasnya persaingan dunia kerja di luar sana setelah kamu lulus SMA?"
"Emang kamu kira Ayah bisa nguliahin kamu sampai jadi sarjana? Gimana kalau nanti Ayah ngga punya uang buat membayar kuliah kamu? Bisa apa kamu setelah lulus SMA?"
Dengan lantangnya saya jawab :
"Saya bisa nyari duit dari nulis!" (saat itu baru kelas 2 SMA dan boro-boro ada cerpen yang dimuat. Semua cerpen saya ditolak dengan sempurna)
"Ayah ngga yakin kamu bisa dapat hidup dari nulis!"
"Achi yakin!"
"Pokoknya Ayah mau kamu membuat target hidup lima tahun ke depan!"
Saat itulah saya memulai sesuatu yang baru. Menuliskan target hidup untuk 5 tahun ke depan. Percaya atau tidak, saya menuliskan di target hidup saya : Umur 21 tahun saya harus sudah jadi penulis cerpen. Umur 22 tahun saya harus punya novel dan menikah!
Target hidup itu saya pampang di lemari kamar saya. Setiap saya masuk kamar pasti selalu saya baca, saya aminkan sehingga saya aplikasikan pelan-pelan. Target singkat yang saya tulis dalam hidup saya adalah : Seminggu minimal saya menulis satu cerpen sampai saya berhasil menembus media. Dan itu butuh waktu 2-3 tahun!
Puluhan bahkan ratusan cerpen saya yang rongsok, ngga kepake, kebuang di disket, ditolak di sana sini dan ngga berbobot sama sekali. Tapi dari ratusan itu saya bisa menghasilkan 1 cerpen yang akhirnya nembus media.
Dari Ayah sayalah saya belajar untuk punya visi misi dalam hidup. Untuk melangkah dan fokus pada cita-cita saya. Meski Ayah kerap meremehkan saya untuk jadi penulis tapi saya tahu diam-diam Almarhum mendukung saya. Dia keras mendidik saya, memarahi saya, memberi saya sejuta nasihat. Bahwa hidup ini ngga mudah. Bahwa hidup ini perjuangan. Ayah ngga pernah ngajarin saya bahwa kesuksesan adalah : rumah mewah, mobil mewah dan uang yang banyak.
Ayah hanya mengajarkan saya untuk sukses dalam hidup. Sukses versinya Ayah adalah : menjadikan anak-anaknya bermanfaat bagi orang lain, berjalan di jalan Allah dan apa pun yang anak-anaknya lakukan harus karena Allah. Kalau kelak jadi penulis haruslah menulis karena Allah.
Akhirnya visi misi saya lebih kepada : bermanfaat untuk orang lain, membangun sesuatu yang bisa mensejahterakan saya dan orang lain. Cita-cita saya adalah membangun taman bacaan, sekolah menulis, jadi penulis yang bermanfaat dunia akhirat dan selama bertahun-tahun saya berjalan menuju ke sana.
Maka ketika ada orang-orang yang sudah berumur 25 tahun masih galau sama kehidupannya boleh jadi dia tak punya visi misi dalam hidup. Bahkan ngga tahu dia mau ngapain dalam hidup ini. Sebagai umat Islam saya miris sekali melihat begitu banyaknya orang-orang shaleh tapi nyaris tidak punya visi misi dalam hidupnya. Nyaris tidak ada pergerakan menuju impian dan cita-cita. Kalau pun punya impian hanyalah sebatas "mimpi" yang tidak diperjuangkan.
Ayo! Islam harus bangkit! Pemuda-pemudinya jangan hanya fokus sibuk grasak-grusuk ibadah untuk diri sendiri. Tapi beribadahlah untuk orang lain. Membangun masyarakat dengan apa yang kita mampu. Minimal kita bisa membangun diri kita sendiri. Menciptakan masa depan kita sendiri.
Kita tahu semua masa depan kita adalah kematian dan Islam mengajarkan agar hari ini lebih baik dari hari kemarin. Jadi jangan lagi berkata hidup ini ngalir aja kayak air. Jangan pula hanya sekedar berkata tapi mulailah merombak diri : pastikan tujuan yang mau kamu capai, apa impian yang ingin kamu raih.
Apakah Rasulullah hanya menjalani hidup seperti aliran air? Tidak! Beliau punya target dalam dakwah, memanage dengan baik, beribadah tidak hanya kepada Allah tetapi juga untuk kemaslahatan ummat. Nah, mari kita membuka mata. Jangan sia-siakan masa muda.
Di umur saya yang ke-28 tahun ini saya mendapatkan banyak sekali kekayaan batin. Dari hasil didikan Ayah, saya pun mendidik beberapa anak kursus Rumah Pena seperti Ayah dulu mendidik saya. Alhamdulillah sudah beberapa orang akhirnya bisa mandiri, menggapai impian dan cita-citanya. Meskipun saya sendiri masih sering labil, masih sering jatuh tapi saya selalu berusaha bangkit lagi. Karena saya tahu jalan mana yang akan saya tempuh. Kalau pun jalan yang tempuh salah, Allah pasti akan menunjukkan kesalahannya dan memberitahu mana jalan yang terbaik bagi salah. Meski terkadang dalam menunjukkan jalan itu saya harus dibuat menangis-nangis dan terluka. Tapi terlukanya hanya menurut kita, padahal Allah tak pernah berniat melukai hamba-Nya.
Al Fatihah untuk almarhum Ayah saya yang meninggal tahun 2010.
Achjar Chalil bin M. Arsjad.
Masa depan untuk kita sendiri, untuk kamu sendiri, jangan sampai terlambat melangkah meraih cita-cita dan impian. Tetapkan visi hidup mulai dari sekarang!
Rumah Pena, 10 April 2013
lanjutkan bro
ReplyDeletetengkyu bro ;)
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete