Sebelum Kamu Pergi Jauh... Ingatlah Dulu Hal Satu Ini

Thursday, February 19, 2015

Dulu saya adalah seorang pemimpi yang ambisius.

My Mom and Dad....

Saya tidak akrab dengan alm. Ayah saya karena saya merasa terlalu dikekang. Sejak masih usia 9 tahun, setiap jam 9 malam saya sudah harus ada di rumah padahal anak-anak seusia saya bisa bermain petak umpat sampai jam 11 malam. Tentu saja didampingi orang tua mereka yang juga asyik main gaplek di lapangan atau nongkrong di warung kopi yang ada di lapangan. Alm. Ayah saya tidak begitu. Beliau tidak nongkrong kecuali untuk meronda, ngobrol yang penting, atau ada rapat RT/RW.
Beliau lebih sering di rumah pada malam hari.
Kekesalan saya bertambah besar pada beliau ketika beliau mulai melarang saya buat buka jilbab saat ngeband -fyi saya pakai jilbab kelas 5 SD atas inisiatif saya sendiri- karena masa labil ABG kalau pulang sekolah saya selalu ingin lepas jilbab. Lalu almarhum melarang saya pacaran, melarang saya berteman dengan si A B C. Melarang saya pergi ke Mall, boro-boro kasih saya uang jajan buat ke Mall. Melarang saya nonton bioskop, bahkan waktu SMA saya tidak boleh ikut reuni SD hanya karena acaranya di sebuah cafe. Beliau menjauhkan saya dari pergaulan... tapi setelah saya melahirkan seorang bayi, baru saya sadar... beliau menjauhkan saya dari pergaulan hedonis.
Terbukti, beliau ngga pernah marah kalau saya pulang sore karena ikut kegiatan OSIS atau Mading. Saya pulang jam 1 malam karena kegiatan Karang Taruna RW, maklum saya ketuanya, jadi tanggung jawabnya besar sekali. Tapi beliau gak marah. Karena demi kepentingan umum, berorganisasi yang Insya Allah positif.
Namun hubungan saya dengan ayah tak pernah akur. Saya bercita-cita lulus SMA saya mau pergi jauh! Jauh! Jauh dari ayah! I hate him. Rumah bagi saya cuma seperti hotel, tempat makan, tidur dan mandi. Saya ngga nyaman di rumah apalagi kalau sudah disuruh-suruh cuci piring, nyapu, ngepel dan lain sebagainya. SAYA MAU BEBAS! I HAVE A DREAM! Saya mau travelling! JIWA SAYA MAU BEBAS!
Lalu saya gagal UMPTN, saya gagal masuk kampus impian saya, saya tidak boleh kuliah swasta di tempat jauh. Alhasil kuliah di kampus yang jaraknya hanya selemparan angkot dari rumah saya. MANA KEREN! Tapi saya tetap mencari alasan untuk tidak lama-lama di rumah. Saya ikut banyak organisasi kepenulisan, masuk organisasi di kampus dan lain sebagainya. Sampai akhirnya saya bertemu suami saya, sempat saya mau dijadikan TKW ke Taiwan oleh Karang Taruna. Alm Ayah saya nangis-nangis memohon saya tetap di Tangerang. Hal ini saya bukukan dalam novel personal literature di penerbit BUKUNE.
Sebenarnya ada banyak hal-hal manis terjadi antara saya dengan ayah. Seperti setiap hari saya selalu membelikan ayah rokok dan uang kembaliannya pasti selalu buat saya. Anak-anak yang lain jarang dikasih beli rokok. Tapi saya malah ngga jadi perokok dan suami saya pun bukan perokok. Mungkin eneg kali ya dari kecil disuruh beli rokok terus. Lalu setiap hari Ayah selalu sun ayah, berpura-pura jadi patung "Ngga bisa bergerak kalau belum di sun sama achi." akhirnya saya sun kanan kiri. (Ya Tuhan saya menangis!) dan banyak hal lainnya.


Lalu tiba saatnya ayah kena sakit kanker. Beliau yang kuat, tegas dan kekar sekonyong-konyong menjadi lemah dan menjadi lebih pemarah. Penyakit itu menggerogotinya. Berbagai pengobatan dilakukan hingga akhirnya beliau dipanggil Allah dalam hembusan akhir yang hening. Hanya disaksikan oleh mama... tanpa anak-anak.
Setelah beliau tiada saya menyesal dan memohon agar beliau dikembalikan. Berhari-hari saya masih merasa bahwa beliau hanya tugas ke Padang dan akan segera kembali esok harinya tapi beliau tak pernah kembali. Berhari-hari saya berharap beliau bangkit dari kubur lalu mengatakan bahwa beliau hanya mati suri. Berbulan-bulan saya mendengar suara rekaman beliau. Lalu sekonyong-konyong saya menyesal.... sangat menyesal karena dulu pernah ingin bebas, pernah ingin pergi jauh darinya. Sekarang dia yang pergi jauh dari saya.
Kedekatan saya dengan Almarhum ayah saya hanya 3 tahun terakhir sebelum beliau mangkat. Benar-benar merasa dekat hanya 1 tahun terakhir. Alm. Ayah sayalah yang paling mendukung saya jadi penulis, yang paling mendukung saya mendirikan Rumah Pena.
Sejak kepergian Alm. Ayah saya, saya jadi lebih dekat dengan Mama. Saya yang dulu hanya mengenal mama sebagai mama cerewet dan menyebalkan, sekarang jadi mengenal mama dari berbagai sisi. Jadi lebih sering ngobrol sama mama, bahkan saya enggan beli rumah di tempat yang jauh hanya supaya saya bisa dekat dengan mama. Saya jadi lebih sayang mama dan adik bungsu saya yang masih berusia 8 tahun saat ditinggalkan ayah. Saya ingin mama bahagia.....

Mama jadi sarjana S1 di umur 55 thn :) proud of you mom. 


Saya rela tidak pergi kemana-mana asal bisa dekat dengan mama. Saya rela tinggal di lingkungan tempat saya kecil hingga besar dan tidak merantau ke mana-mana seperti orang yang mau BEBAS. Saya malah lebih nyaman di rumah sekarang, bersama suami dan anak-anak, setiap dua hari sekali main ke rumah mama, kadang sehari sekali. Lebih sering mama yang datang ke rumah untuk nengok cucunya. Rumah kontrakan saya hanya beda 2 blok dengan rumah mama.
Saya tetap mau jadi seorang traveller, bebas, liar dan kelihatannya seru. Tapi saya ditakdirkan Allah untuk jadi ibu dari dua anak, jadi pendamping untuk si adik bungsu yang sekarang beranjak dewasa, jadi teman mama yang sering kesepian.
Maka ketika saya melihat banyak perempuan bebas berkelana kemana-mana, masih gadis atau sudah berumah tangga. Pergi ke sana sini tanpa jeda seorang diri, saya bertanya-tanya. Apakah mereka mendapat restu orang tua? Apakah orang tua mereka merestui dengan ikhlas atau terpaksa? Apakah orang tua mereka bahagia?


Sebenarnya tidak salah berkelana, bertualang tapi alangkah bijaknya jika memerhatikan mamamu di rumah. Ayahmu di rumah. Mereka yang sudah renta. Jangan katakan : Kan ada kakak yang ngurus mama di rumah. Hei! Apa kamu tidak mau mengeruk pahala besar dengan ikut serta merawat mamamu? Apa kamu lebih senang keliling dunia dan bebas berbuat semaumu dengan cukup menelepon mama sewaktu-waktu untuk menanyakan kabar? Lalu kamu hanya akan benar-benar betah di rumah hanya untuk menangisi mayat mamamu yang sudah terbujur kaku?
Hidup ini untuk Allah. Untuk berdakwah. Tapi janganlah berdakwah ke seantero jagad raya tapi orang tua dan adik-adikmu diabaikan. Apalagi seorang perempuan. Jihad sesungguhnya adalah menjaga dan membesarkan anak-anakmu. Jika kamu belum menikah, rawatlah orang tuamu.... jangan sampai kamu menyesali ketiadaan mereka. Jangan menjauh dari mereka sebelum mereka menjauh darimu. Pergi ke alam baka.
Seseorang akan merasa kehilangan orang lain jika orang lain itu sudah tiada lagi di dunia ini.
 
BLOGGER TEMPLATE BY Langit Amaravati