Apa Bakat Anak Saya?

Wednesday, November 18, 2015

Ketika awal-awal punya anak dan melihat banyak anak-anak berprestasi di umurnya yang baru 5 tahun, 7 tahun, saya sempat terobsesi ingin membuat Abiy berprestasi di umur segitu. Ketika Abiy berumur 6 tahun, saya sempat memasukkan dia ke taekwondo, berharap dia bisa ikut turnamen-turnamen, lalu mengajari dia menulis dengan harapan dia mau nulis dan berprestasi di usia dini. Tapi melihat dia sepertinya tak nyaman dan tertekan, saya pun jadi mengurungkan niat.

Saya ngga mau ngotot. Apalagi ada keinginan juga mau memasukkan dia les musik, kali aja bisa jadi musisi muda. Di umur dia yang ke - 7 Abiy belum memperlihatkan bakat istimewa atau prestasi yang wah. Yang dia lakukan nyaris sepanjang hari hanyalah membaca-membaca dan membaca.

Mr & Mrs. Writer part #2 : Anak Pertama Kami

Monday, October 26, 2015


Tahun 2007 akhir.

Setelah suami memutuskan berhenti bekerja dan ikut nulis stripping TV -saat itu menulis Si Entong abunawas Betawi. Kami pun memulai kisah sebagai suami istri yang sama-sama menulis, berprofesi sebagai penulis. Well... Mungkin di luar sana banyak kisah suami istri penulis yang lain, cerita saya bukan cerita super heboh or sedih lho.

Buat yang belum tahu ceritanya awalnya bisa lihat status part #1-nya smile emotikonsaya dan suami menikah dengan serba pas-pasan, kedua orang tua kami juga bukan orang berada.

Mr & Mrs.Writer #1 : Nikah Modal Cinta?

Thursday, October 8, 2015

Saya berencana mau menuliskan kisah perjalanan pernikahan saya. Mungkin bukan kisah romantis atau dramatis. Ini kisah biasa-biasa saja. Sama seperti kisah ratusan, ribuan, milyaran orang di dunia. Hanya saja, saya mau berbagi. Bagaimana saya dan suami saya menjalani kehidupan sebagai seorang freelancer. Kami berdua hidup dari menulis. Semoga menginspirasi.
...

Saya menikah umur 22 tahun, baru lulus D3, belum sempat lanjutin ke S1. Suami saya lulusan STM, asli Bantul, Jogjakarta. Sementara saya dibesarkan di Tangerang, kota penyangga Ibukota. Suami saya anak petani biasa, bahkan bisa dibilang kurang mampu. Saya anak seorang guru biasa, bisa dibilang juga hidup pas-pasan.

Curhat Seorang Mama Yang Tak Sempurna

Sunday, August 9, 2015

Saya termasuk korban parenting hehehe. Dalam artian begini :

Ketika saya punya anak pertama, saya melahap banyak buku parenting, mengikuti berbagai pelatihan parenting dll dll. Lalu saya terapkan pada anak saya. Untuk usia 1-4 tahun, menerapkan parenting ngga susah susah amat. Nah, kesulitan saya alami ketika anak saya berumur 5 tahun dan saya hamil anak kedua.

Dalam benak saya dulu, ilmu parenting yang bertebaran disajikan oleh orang terkenal adalah wajib dijalankan jika mau mendapat kehidupan yang sempurna. Mendidik anak sempurna : makanan sehat non msg, tidak membentak, lemah lembut, penyabar tingkat dewa, selalu bisa menjawab pertanyaan anak dengan baik, dan yang lebih hebat adalah bisa home schooling-in anak sampai anak masuk Universitas di luar Negeri. Kalau perlu kegiatan HS ini jadi inspirasi banyak orang. Terus anakku bisa dapat prestasi melejit di usia SD kelas 1 or kelas 2, misal juara menulis tingkat nasional, juara karate tingkat nasional or apalah.

Sempurna. Sempurna sekali. Dalam bayanganku.

Semua musnah ketika anak kedua lahir.

Laporan Hati : Launching Novel Insya Allah, Sah! Gramedia Central Park. Sah? Saaah....!!!

Friday, June 12, 2015


Entah udah kebiasaan atau memang begitu takdirnya -setiap mau launching aku pasti sakit-. 
Dan aku selalu sakit kalau aku kepikiran mau cantik. 
Seperti yang sudah-sudah, sebulan sebelum launching, aku mau wajahku lebih bersinar ngalahin matahari  maka mulailah aku pakai perawatan. Kali ini bukan semprot2an wajah yang bikin masuk angin, ini perawatan biasa saja, pakai susu pembersih, toner, cuci muka dan moisturizer. Udah gitu doang, tapi cukup capek ternyata, ya. Pagi-malem-pagi-malem sampai tidur gak nyenyak karena berharap besok pagi wajahku udah berubah seperti cinderella... jreng-jreng ternyata beneran ngga!

Nah, masih soal penampilan, aku kemudian membeli baju bongkar celengan  baru, secara gamis-gamis yang lama udah pada kekecilan. Oh sumpah sepertinya aku harus diet. Ceritanya aku beli baju bahan tipis (ehm bahannya ceruti apa shifon ya? Kagak bisa bedain) nah, kalau pake gamis tipis kan harus ada dalemannya. Alhasil beli, deh, dalemannya. Klop jadi deh. Tiba-tiba aku baru inget kalau tante ulang tahun dan ada arisan keluarga juga. Karena ngga keburu beli kado, akhirnya daleman gamis tipis yang aku beli seharga 165 ribu itu harus aku bungkus dan kasih ke tante... hahaha tante ga baca blog, kan? jadi lanjuut. Tapi untungnya masih ada gamis yang lamaa... jadi bisa didobel. Dan akhirnya pake gaun ini, deh.

PROLOG Novel INSYA ALLAH, SAH! Part 1 (plus Give Away)


Hosh… hosh....

Rambutku terurai tidak karuan, keringat membasahi sekujur tubuh dan wajahku. Aku akan menetapkan hari ini sebagai hari tersial dalam sejarah hidupku. Aku berlari begitu cepat, melintasi halaman perkantoran Sudirman hingga akhirnya tiba di gedung kantor Dion. Rusak semua dandananku! Angin siang ini bertiup kencang sekali bercampur dengan asap knalpot kendaraan yang terjebak macet di beberapa ruas jalanan Ibu Kota. Beberapa daun yang jatuh dari rantingnya mendarat di atas rambutku, aku menepis satu dua daun dan merapikan sedikit anak rambutku. Tinggal naik ke jembatan penyebrangan maka tibalah aku di depan kantor Dion. Kutiti anak tangga satu per satu, melintasi dua cewek SMA yang sedang cekikikan menuruni tangga. Aku berdecak kesal : apa mereka menertawakanku?

Keep positive Silviana.

Dengan langkah lebar-lebar, aku menyebrangi jembatan penyebrangan. Melintasi seorang kakek tua berbau minyak angin yang menyengat, berjalan pelan dengan tongkatnya. Nyaris saja aku menabraknya jika tidak segera melangkah ke samping dan mencari celah jalan lain. Udara ekstreem membuat angin berhenti mendadak dan segera menjebak semua manusia di Jakarta ini dengan udara panas lagi.

YAKIN BUKU KAMU LAKU DI TOKO BUKU? (Cara ngecek penjualan buku kamu di Toko Buku)

Wednesday, May 13, 2015


Pasti akrab dengan dialog maya ini :

"Eh, say, kemarin aku lihat di toko buku, novel kamu stoknya tinggal 10, lho."

"Ah masa, sih? Alhamdulillah deh... berarti tinggal sedikit."

Atau

"Mas, kemarin aku cek di komputer Gramedia, novel kamu stoknya habis! Yeay tinggal nol! Hebat laris manis."

"Wah iya, ya? Syukurlah... girang banget, nih!"

Atau

"Kasihan banget si penulis A, masa bukunya di komputer masih ada 50 aja. Dari bulan kemaren gue cek masih 50 aja. Ngga laku kali ye."

"Iye kali ye, kasihan."

Nah... Tahukah Anda?

Yaaaa... mungkin banyak juga yang tahu, cuma saya ngasih tahu info ini buat teman-teman yang ngga tahu aja. Bagaimana cara mengecek penjualan buku kamu?

Merekam Jejak Menulis ‪#‎NovelPertama‬ - Novel HIMITSU

Monday, May 11, 2015

Merekam Jejak Menulis ‪#‎NovelPertama‬

Ini adalah Himitsu, novel pertama saya yang diterbitkan oleh QultumMedia. Dicetak pertama kali 4500 eks dan dalam 1 tahun sudah terjual 2000 eks. Dalam kurun 2 tahun sudah habis 3500 eks, sisanya diserap pasar dengan agak lamban. Sayang ngga cetak ulang karena penerbitnya tidak lagi menerbitkan novel Islami.
Awal mula saya mengirimkan naskah ini ke penerbit, saya tidak langsung kirim hardcopy. Yang saya lakukan adalah menelepon satu per satu penerbit yang saya nomor teleponnya saya dapatkan dari buku-buku koleksi saya. Pertanyaannya hanya satu : "Apakah menerima novel remaja islami?" Beberapa penerbit yang memang biasa menerbitkan naskah islami bilang sedang tidak menerbitkan, dengan alasan ABC. Lalu Qultum Media menyambut saya. Maka segeralah saya print novel itu di warnet, mengeluarkan sejumlah ratusan ribu, plus biaya menjilid dan kirim naskah.

Seminggu kemudian saya baru ingat bahwa saya harus konfirmasi ke penerbit. Saat itu disambut editor pertama saya, tree prihantini. 
"Assalamualaikum Mbak, saya Achi, saya mau tanya apakah novel saya yang berjudul Himitsu sudah sampai ke meja redaksi? Takut ngga nyampe soalnya kirim pakai pos."
Kata editor : "Oh sudah sampai Achi, kebetulan naskah ini baru kita acc tapi kita bingung karena tidak ada alamat dan nomor telepon pengirim/."

Wow! Seneng banget, dong! Cuma 1 minggu lho sudah di acc. Dan proses terbitnya pun super cepat. 2 atau 3 bulan sudah selesai dan saya sudah menerima DP royalti plus bukti terbitnya. Bersama teman saya, saya membuat launching buku sendiri dengan biaya sendiri. Iyalah, masih penulis pemula siapa sih yang mau launchingin hehehe... kalau sekarang alhamdulillah, penerbit-penerbit pada berbaik hati melaunchingnya novel saya ^^
Novel ini terbit pertama kali tahun 2008, bareng bersama novelnya Ollie dan mbak Ifa Avianty sempat talkshow bareng di Jakarta Book Fair. Novel ini saya tulis tahun 2006, ditulis selama 3 bulan. Namun idenya sudah mengendap sejak 2005. Novel ini adalah bentuk realisasi janji saya terhadap sahabat saya yang pernah memakai narkoba. Alhamdulillah sahabat semasa sekolah saya itu sekarang sudah tidak memakai narkoba lagi. 
Dari novel ini juga saya mendapat puluhan email, kebanyakan email dari remaja yang mengatakan bahwa mereka berubah atau mau berubah setelah membaca novel ini. Bahkan ada pemakai narkoba (remaja SMP) yang akhirnya mau masuk rehabilitasi setelah membaca novel saya (menurut pengakuannya di email). Sejak saat itu, saya semakin semangat untuk membuat novel yang bermanfaat.
Tahun 2013, novel ini direpublish di Elex Media dengan cover berbeda serta beberapa penyesuaian. Ini novel bagus buat remaja. Novel Himitsu versi Elex media ini masih bisa kamu dapatkan di toko-toko buku Gramedia se indonesia atau toko buku online. 



Achi TM
Novelis Insya Allah, Sah!

Begini Bahayanya Megang ATM tanpa Pin

Monday, April 27, 2015




Hari ini ke toko buku Gramedia, pelayanannya baiiik bangeet. Entah karena lagi sepi atau karena saya bilang saya penulis novel Insya Allah, Sah! ‪#‎lhaaa‬sapee loo... plaak!
Yang pasti memuaskan. Anak saya pun dilayani ramah, nyari buku, nyari pensil warna, meski sempat panik. Pasalnya suami memberikan saya ATM miliknya lalu ngeloyor gitu aja nyari tempat makan sambil ngetik kerjaan dia. Oonnya, saya main pake aja tuh atm, pas mbak kasirnya bilang : pinnya bu? Nah lo bingung, deh. Akhirnya tebak-tebak buah manggis, deh. sekian-sekian. Tetot! Salah. Walah malu bangeet. Mana kasir yang baru buka cuma satu dan di belakangku sudah ada 2 orang yang ngantri dan bete karena aku lama banget.
Bentar ya mba, saya telpon suami dulu. Oon nomor dua adalah, saya mencet speaker, dan terdengarlah : Maaf pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini. Glek! Si kasir dan temennya menatap tajam. Ada dua opsi yang mungkin ada di pikiran dia.
1. Penulis novel Insya Allah, Sah, kok kere banget.
2. Suaminya kere banget gak bisa beliin istrinya pulsa.
Akhirnya aku coba sms. Dilalah malah heng hpnya. Tengsin beraat! Aku nyengir sambil bongkar ponsel. Nyalain. Hang lagi. Nyengir lagi, bongkar HP lagi, nyalain lagi. Lemoood banget. Akhirnya si kasir mengalihkan dua orang di belakangku untuk bayar buku di kasir peralatan. Duuh... hangnya lama banget lagi. Gila, kere banget nih penulis! Kagak kece dah!
Setelah 10 menit tengsin tingkat dewa, akhirnya aku berhasil kirim sms ke suami dan mendapat pin atm apalah apalah. Bisa yee... berhasil berhasil. Si mbak kasir sampai menghela napas panjaaang....
Abiy langsung mengambil permen yang dia beli, disobek bungkusnya dan breekkk!! Isinya berantakan ke lantai! Arkan tibatiba berontak dan merosot dari stroller, padahal dia dipakein sabuk. Sumpah, rasanya mau gegulingan di atas padang pasir, ngumpet di belakang onta.
Untung karyawannya lagi pada baek : gak apa-apa mbak, saya aja yang beresin.
Makasih, ya, mas. Buru-buru masukin Arkan ke stroller terus kabuuurrr

Sebelum Kamu Pergi Jauh... Ingatlah Dulu Hal Satu Ini

Thursday, February 19, 2015

Dulu saya adalah seorang pemimpi yang ambisius.

My Mom and Dad....

Saya tidak akrab dengan alm. Ayah saya karena saya merasa terlalu dikekang. Sejak masih usia 9 tahun, setiap jam 9 malam saya sudah harus ada di rumah padahal anak-anak seusia saya bisa bermain petak umpat sampai jam 11 malam. Tentu saja didampingi orang tua mereka yang juga asyik main gaplek di lapangan atau nongkrong di warung kopi yang ada di lapangan. Alm. Ayah saya tidak begitu. Beliau tidak nongkrong kecuali untuk meronda, ngobrol yang penting, atau ada rapat RT/RW.
Beliau lebih sering di rumah pada malam hari.
Kekesalan saya bertambah besar pada beliau ketika beliau mulai melarang saya buat buka jilbab saat ngeband -fyi saya pakai jilbab kelas 5 SD atas inisiatif saya sendiri- karena masa labil ABG kalau pulang sekolah saya selalu ingin lepas jilbab. Lalu almarhum melarang saya pacaran, melarang saya berteman dengan si A B C. Melarang saya pergi ke Mall, boro-boro kasih saya uang jajan buat ke Mall. Melarang saya nonton bioskop, bahkan waktu SMA saya tidak boleh ikut reuni SD hanya karena acaranya di sebuah cafe. Beliau menjauhkan saya dari pergaulan... tapi setelah saya melahirkan seorang bayi, baru saya sadar... beliau menjauhkan saya dari pergaulan hedonis.
Terbukti, beliau ngga pernah marah kalau saya pulang sore karena ikut kegiatan OSIS atau Mading. Saya pulang jam 1 malam karena kegiatan Karang Taruna RW, maklum saya ketuanya, jadi tanggung jawabnya besar sekali. Tapi beliau gak marah. Karena demi kepentingan umum, berorganisasi yang Insya Allah positif.
Namun hubungan saya dengan ayah tak pernah akur. Saya bercita-cita lulus SMA saya mau pergi jauh! Jauh! Jauh dari ayah! I hate him. Rumah bagi saya cuma seperti hotel, tempat makan, tidur dan mandi. Saya ngga nyaman di rumah apalagi kalau sudah disuruh-suruh cuci piring, nyapu, ngepel dan lain sebagainya. SAYA MAU BEBAS! I HAVE A DREAM! Saya mau travelling! JIWA SAYA MAU BEBAS!
Lalu saya gagal UMPTN, saya gagal masuk kampus impian saya, saya tidak boleh kuliah swasta di tempat jauh. Alhasil kuliah di kampus yang jaraknya hanya selemparan angkot dari rumah saya. MANA KEREN! Tapi saya tetap mencari alasan untuk tidak lama-lama di rumah. Saya ikut banyak organisasi kepenulisan, masuk organisasi di kampus dan lain sebagainya. Sampai akhirnya saya bertemu suami saya, sempat saya mau dijadikan TKW ke Taiwan oleh Karang Taruna. Alm Ayah saya nangis-nangis memohon saya tetap di Tangerang. Hal ini saya bukukan dalam novel personal literature di penerbit BUKUNE.
Sebenarnya ada banyak hal-hal manis terjadi antara saya dengan ayah. Seperti setiap hari saya selalu membelikan ayah rokok dan uang kembaliannya pasti selalu buat saya. Anak-anak yang lain jarang dikasih beli rokok. Tapi saya malah ngga jadi perokok dan suami saya pun bukan perokok. Mungkin eneg kali ya dari kecil disuruh beli rokok terus. Lalu setiap hari Ayah selalu sun ayah, berpura-pura jadi patung "Ngga bisa bergerak kalau belum di sun sama achi." akhirnya saya sun kanan kiri. (Ya Tuhan saya menangis!) dan banyak hal lainnya.


Lalu tiba saatnya ayah kena sakit kanker. Beliau yang kuat, tegas dan kekar sekonyong-konyong menjadi lemah dan menjadi lebih pemarah. Penyakit itu menggerogotinya. Berbagai pengobatan dilakukan hingga akhirnya beliau dipanggil Allah dalam hembusan akhir yang hening. Hanya disaksikan oleh mama... tanpa anak-anak.
Setelah beliau tiada saya menyesal dan memohon agar beliau dikembalikan. Berhari-hari saya masih merasa bahwa beliau hanya tugas ke Padang dan akan segera kembali esok harinya tapi beliau tak pernah kembali. Berhari-hari saya berharap beliau bangkit dari kubur lalu mengatakan bahwa beliau hanya mati suri. Berbulan-bulan saya mendengar suara rekaman beliau. Lalu sekonyong-konyong saya menyesal.... sangat menyesal karena dulu pernah ingin bebas, pernah ingin pergi jauh darinya. Sekarang dia yang pergi jauh dari saya.
Kedekatan saya dengan Almarhum ayah saya hanya 3 tahun terakhir sebelum beliau mangkat. Benar-benar merasa dekat hanya 1 tahun terakhir. Alm. Ayah sayalah yang paling mendukung saya jadi penulis, yang paling mendukung saya mendirikan Rumah Pena.
Sejak kepergian Alm. Ayah saya, saya jadi lebih dekat dengan Mama. Saya yang dulu hanya mengenal mama sebagai mama cerewet dan menyebalkan, sekarang jadi mengenal mama dari berbagai sisi. Jadi lebih sering ngobrol sama mama, bahkan saya enggan beli rumah di tempat yang jauh hanya supaya saya bisa dekat dengan mama. Saya jadi lebih sayang mama dan adik bungsu saya yang masih berusia 8 tahun saat ditinggalkan ayah. Saya ingin mama bahagia.....

Mama jadi sarjana S1 di umur 55 thn :) proud of you mom. 


Saya rela tidak pergi kemana-mana asal bisa dekat dengan mama. Saya rela tinggal di lingkungan tempat saya kecil hingga besar dan tidak merantau ke mana-mana seperti orang yang mau BEBAS. Saya malah lebih nyaman di rumah sekarang, bersama suami dan anak-anak, setiap dua hari sekali main ke rumah mama, kadang sehari sekali. Lebih sering mama yang datang ke rumah untuk nengok cucunya. Rumah kontrakan saya hanya beda 2 blok dengan rumah mama.
Saya tetap mau jadi seorang traveller, bebas, liar dan kelihatannya seru. Tapi saya ditakdirkan Allah untuk jadi ibu dari dua anak, jadi pendamping untuk si adik bungsu yang sekarang beranjak dewasa, jadi teman mama yang sering kesepian.
Maka ketika saya melihat banyak perempuan bebas berkelana kemana-mana, masih gadis atau sudah berumah tangga. Pergi ke sana sini tanpa jeda seorang diri, saya bertanya-tanya. Apakah mereka mendapat restu orang tua? Apakah orang tua mereka merestui dengan ikhlas atau terpaksa? Apakah orang tua mereka bahagia?


Sebenarnya tidak salah berkelana, bertualang tapi alangkah bijaknya jika memerhatikan mamamu di rumah. Ayahmu di rumah. Mereka yang sudah renta. Jangan katakan : Kan ada kakak yang ngurus mama di rumah. Hei! Apa kamu tidak mau mengeruk pahala besar dengan ikut serta merawat mamamu? Apa kamu lebih senang keliling dunia dan bebas berbuat semaumu dengan cukup menelepon mama sewaktu-waktu untuk menanyakan kabar? Lalu kamu hanya akan benar-benar betah di rumah hanya untuk menangisi mayat mamamu yang sudah terbujur kaku?
Hidup ini untuk Allah. Untuk berdakwah. Tapi janganlah berdakwah ke seantero jagad raya tapi orang tua dan adik-adikmu diabaikan. Apalagi seorang perempuan. Jihad sesungguhnya adalah menjaga dan membesarkan anak-anakmu. Jika kamu belum menikah, rawatlah orang tuamu.... jangan sampai kamu menyesali ketiadaan mereka. Jangan menjauh dari mereka sebelum mereka menjauh darimu. Pergi ke alam baka.
Seseorang akan merasa kehilangan orang lain jika orang lain itu sudah tiada lagi di dunia ini.

Jika Ingin Tetap Sehat : Kembalilah Jadi 'Anak-anak'

Monday, January 19, 2015

Anda sedang tidak sehat? Maksud saya lebih tepatnya kondisi kesehatan jiwa Anda sedang terganggu? Seperti stress... uring-uringan... tertekan dan lain sebagainya. Baca dulu ini... mungkin Anda butuh bermain dengan anak-anak supaya jadi 'anak-anak' kembali.


Dunia anak-anak adalah imajinasi.
Seharusnya saya menyadari itu sejak dulu, tapi saya baru menyadarinya setelah saya membaca novel MOMO. Novel ini adalah novel lama karangan Michael Ende yang diterbitkan tahun 1973 kemudian diterbitkan di Indonesia tahun 2005-an. Dulu, seorang kawan baik mengirimkan novel ini pada tahun 2006. Katanya bagus dan bermanfaat. Saat saya baca, kok, ceritanya ngga asyik dan membosankan banget, ya? Akhirnya saya abaikan buku itu sampai bertahun-tahun. Ya jelas ngga asik, karena tahun 2006 bacaan saya masih seputar komik dan teenlit-teenlit. 


Bertahun-tahun kemudian, tepatnya 3 hari yang lalu saya membaca kembali novel ini dan duaarr... kok bagus ya? Jiaah telat deh gue. Iya soalnya setelah 9 tahun lamanya, akhirnya otak saya lebih pinter buat melahap novel yang sarat pesan moral dan dongeng ini. Diceritakan bahwa Momo adalah seorang anak yatim piatu yang pandai mendengarkan. Sementara dunia di sekelilingnya sedang terancam bahaya si Tuan Kelabu alias Para Pencuri Waktu. Nah, singkat cerita... Para Pencuri Waktu ini membuat orang-orang menjadi sangat sibuk seolah takut kehilangan waktu. Orang-orang dewasa yang dulu ramah, saling menolong dan peduli pada anak-anak kini menjadi cemberut, kerja terus, cari uang terus dan tidak peduli dengan anak-anak. Tak ada waktu buat anak-anak. 

Ini adalah potret kehidupan sebenarnya, bukan hanya berlaku pada tahun 1973 tapi juga berlaku hingga jaman sekarang. Gilanya, jaman sekarang sudah ada gadget sehingga anak-anak semakin kehilangan waktu bersama orang tuanya. Orang tua kasih anak-anak gadget supaya diam dan mengisi waktu mereka. Akhirnya anak-anak lupa caranya bermain. JLEB!

Padahal dalam buku Roots & Wings karya Raksha Bharadia, anak-anak butuh bermain untuk meluaskan imajinasi mereka. Anak-anak butuh berpikir dan merenung agar mereka bisa tumbuh dengan maksimal. Menemukan motivasi untuk melakukan sesuatu. Bermain berarti berimajinasi. Sayangnya... orang tua masa kini punya semacam penyakit : anakkuharusikutsemuakursus.... ya semacam wabah mematikan buat anak-anak yang memaksa para anak-anak mengikuti kemauan orang tua. Anak-anak diminta untuk ikut kursus nari, gambar, lukis, robot, bahasa inggris dan lain sebagainya bahkan di usia mereka yang belum genap delapan tahun!

Oh Well... aku ngga munafik. Aku pun terkena wabah ini. Sempat sewot-sewotan sama suami saat aku mau memasukkan Abiy (si sulung 6thn) untuk masuk SDIT atau sekolah swasta lainnya. Papanya ngga mau dengan alasan, terlalu lama sekolahnya. Ada sekolah alam di Tangerang, terlalu jauh sekolahnya nanti dia capek di jalan. Oke... lalu masuklah Abiy ke SD Negeri di dekat rumah. Berbagai masalah ditemui mulai dari dibully, gurunya ngga respek dll dll. Hmm... ini nanti aku ceritakan di tulisan lainnya. Setelah semua masalah selesai dan Abiy menikmati sekolah. Aku uring-uringan. Abiy terlalu banyak main! Terlalu banyak nganggur!

Tuh lihat anak-anak tetangga, ikut kursus A B C D... baru umur 8 tahun udah sederet prestasi dan piala. Aku pun memanggil guru privat gambar. Hanya 2 minggu pertama saja Abiy merasa senang... selanjutnya? Ya ampuuun dia selalu punya cara untuk mengelak. Akhirnya berhentilah privat gambarnya. Abiy lalu mau kudaftarkan kursus bahasa inggris, papanya menolak : masih kecil katanya... dia pulang sekolah aja udah capek. Terus aku masukkan ke TPA. Kalau ini papanya ngga nolak karena berkaitan dengan pengembangan agama dan taekwondo.

Dua kegiatan di luar sekolah itu saja sudah membuat Abiy capek. Kadang-kadang suka lupa ikut taekwondo dan suka ketiduran sampai sore supaya ngga ikut TPA. Yaa awalnya sih sebal. Tapi saat membaca berita tentang anak umur 6 tahun yang masuk RSJ aku kok jadi kasihaan ya sama Abiy. Mulai tertampar. Kemudian Abiy pun lebih banyak aku beri kebebasan : Oke... main mainlah kamu sepuasnya nak.



Dan dia punya kegiatan baru yaitu nangkap ikan cere di got. Bahkan beberapa kali pernah kecebur got ngga kapok. Dia juga hobi muterin komplek sendirian dengan sepeda. Mengikuti topeng monyet keliling sampai tuh monyet mentas delapan kali hingga akhirnya dia dapat kenalan baru! Jadi lebih sering shalat di masjid meski pulang ke rumah selalu bawa kue... ternyata o ternyata di masjid suka ada pembagian kue. Sisanya ya dia habiskan di rumah. 

Coba tebak apa yang Abiy lakukan di rumah? Main game di komputer atau HP. Aku makin merasa bersalah. Duh, anakku kok di depan gadget terus? Sempat beberapa hari kayak orang kecanduan, kalau dilarang nangisnya ngamuk-ngamuk. Tapi bagaimana pun aku harus tegas. Gadget harus dibatasi. Maka mulailah aku membelikan Abiy buku supaya dia mau memperlancar bacaannya. Awal masuk sekolah bacanya masih ngeja!

Sekarang dia jadi suka baca, semua buku anak yang semasa balita aku bacakan, dia baca sendiri. Dan Abiy jadi lebih sering main dengan adiknya, mengobrak abrik kamar. Lalu aku khawatir lagi... duh ini anak kok jadi suka ngegeratak ya? Meskipun pada akhirnya mau diajak bertanggung jawab buat beberes tapi tetap aja beberesnya dia masih berantakan. Mamanya juga turun tangan. Khawatir dan terus khawatir jadi ibu. 


Sampai akhirnya aku membaca Momo kemudian membaca Roots & Wings. Lalu aku menatap lemari biru tempat Abiy sering bersembunyi di sana. Setiap dia bersembunyi di lemari, pasti baju berterbangan di lantai. Aku mau kesal, mau marah tapi kok.... ingat lagi inti pesan novel Momo soal waktu... waktu orang tua untuk anak-anak. Lalu di Roots & Wings tentang pentingnya anak berimajinasi. Kemudian ingat masa kecilku... dulu aku pun sering begitu. Sembunyi di dalam lemari dan lemari mamaku pasti berantakan. Meski mamaku selalu marah menyuruhku untuk merapihkannya kembali. Aku pun selalu cerewet menyuruh Abiy merapihkannya kembali (ya berusaha supaya ngga dengan nada tinggi).

Sekarang aku sudah besar (besar banget malah) sampai lemari mungil mamaku dulu sudah ngga muat untuk sembunyi. Suatu hari... Abiy pun begitu. Abiy akan tumbuh besar, besar dan tinggi. Tak selamanya ia menjadi anak-anak. Tak selamanya ia bermain dan berimajinasi. Suatu saat ia akan menjadi dewasa dan menghadapi realita. 

Jadi... aku pun melepaskan semua beban dan kekhawatiran. Kamu sudah punya anak, Chi. Jadi sehatkan jiwamu dengan bermain bersama mereka ketimbang terus mengkhawatirkan mereka. Bermain. Itu kunci sehatnya. Dan nikmati permainanmu bersama anak-anakmu. Selami imajinasi dan khayalan mereka. Suatu hari nanti mereka akan dewasa dan menempuh dunia mereka sendiri. 

Lalu kubuang brosur kursus bahasa inggrisnya. Untuk saat ini sepertinya Abiy lebih butuh bahasa Ibu. Aku memeluk Abiy dan Arkan sambil menghela napas panjaaaang sekali. Perjalanan sebagai orang tua akan sangat-sangaaat panjaaang... dan tulisan tentang perjalanan anak-anak tak hanya sampai di sini saja. 

Selama tiga hari ini aku jadi rutin main petak umpat sama Abiy. Meski aku tahu, walau 10 kali aku jaga, 10 kali pula Abiy selalu sembunyi di tempat yang sama. Lemari biru. 



Jadi, jika sekarang jiwamu sedang tertekan... ada baiknya bermain lagi dengan anak-anakmu. Gembira dan kepolosan mereka adalah obat tiada tara untuk hati yang sedang sedih karena honor macet. Uhuk. Imajinasi anak-anak tanpa batas, selamilah, lepaskan semua beban pikiran, ikut larut larut dalam permainan. Ingat waktu masih anak-anak? Stress paling besar cuma pelajaran matematika dan kurangnya uang jajan. Selebihnya? Hidup ini indah bukan? 

Achi TM
Scriptwriter, Novelis dan Founder Rumah Pena

Novel terbaru saya. Coming Soon : My Yellow Letter dan A Couple of Writer
 
BLOGGER TEMPLATE BY Langit Amaravati