Laporan Hati : Launching Novel Insya Allah, Sah! Gramedia Central Park. Sah? Saaah....!!!

Friday, June 12, 2015


Entah udah kebiasaan atau memang begitu takdirnya -setiap mau launching aku pasti sakit-. 
Dan aku selalu sakit kalau aku kepikiran mau cantik. 
Seperti yang sudah-sudah, sebulan sebelum launching, aku mau wajahku lebih bersinar ngalahin matahari  maka mulailah aku pakai perawatan. Kali ini bukan semprot2an wajah yang bikin masuk angin, ini perawatan biasa saja, pakai susu pembersih, toner, cuci muka dan moisturizer. Udah gitu doang, tapi cukup capek ternyata, ya. Pagi-malem-pagi-malem sampai tidur gak nyenyak karena berharap besok pagi wajahku udah berubah seperti cinderella... jreng-jreng ternyata beneran ngga!

Nah, masih soal penampilan, aku kemudian membeli baju bongkar celengan  baru, secara gamis-gamis yang lama udah pada kekecilan. Oh sumpah sepertinya aku harus diet. Ceritanya aku beli baju bahan tipis (ehm bahannya ceruti apa shifon ya? Kagak bisa bedain) nah, kalau pake gamis tipis kan harus ada dalemannya. Alhasil beli, deh, dalemannya. Klop jadi deh. Tiba-tiba aku baru inget kalau tante ulang tahun dan ada arisan keluarga juga. Karena ngga keburu beli kado, akhirnya daleman gamis tipis yang aku beli seharga 165 ribu itu harus aku bungkus dan kasih ke tante... hahaha tante ga baca blog, kan? jadi lanjuut. Tapi untungnya masih ada gamis yang lamaa... jadi bisa didobel. Dan akhirnya pake gaun ini, deh.

PROLOG Novel INSYA ALLAH, SAH! Part 1 (plus Give Away)


Hosh… hosh....

Rambutku terurai tidak karuan, keringat membasahi sekujur tubuh dan wajahku. Aku akan menetapkan hari ini sebagai hari tersial dalam sejarah hidupku. Aku berlari begitu cepat, melintasi halaman perkantoran Sudirman hingga akhirnya tiba di gedung kantor Dion. Rusak semua dandananku! Angin siang ini bertiup kencang sekali bercampur dengan asap knalpot kendaraan yang terjebak macet di beberapa ruas jalanan Ibu Kota. Beberapa daun yang jatuh dari rantingnya mendarat di atas rambutku, aku menepis satu dua daun dan merapikan sedikit anak rambutku. Tinggal naik ke jembatan penyebrangan maka tibalah aku di depan kantor Dion. Kutiti anak tangga satu per satu, melintasi dua cewek SMA yang sedang cekikikan menuruni tangga. Aku berdecak kesal : apa mereka menertawakanku?

Keep positive Silviana.

Dengan langkah lebar-lebar, aku menyebrangi jembatan penyebrangan. Melintasi seorang kakek tua berbau minyak angin yang menyengat, berjalan pelan dengan tongkatnya. Nyaris saja aku menabraknya jika tidak segera melangkah ke samping dan mencari celah jalan lain. Udara ekstreem membuat angin berhenti mendadak dan segera menjebak semua manusia di Jakarta ini dengan udara panas lagi.
 
BLOGGER TEMPLATE BY Langit Amaravati